Kamis, 12 Januari 2017

Sejarah Munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)



    
Di Amerika Serikat, perjuangan guru untuk perbaiki nasibnya dianggap sebagai cikal bakal MBS atau desentralisasi pengelolaan sekolah. Perjalanannya sudah berlangsung cukup panjang yaitu dengan dibentuknya Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association, NEA) pada tahun 1857. Pada tahun 1887 itu, guru-guru di New York membentuk sebuah asosiasi kepentingan bersama dan asosiasi yang sama didirikan di Chicago, dipimpin oleh Margarette Harley. Pada tahun 1903 guru- guru Philadelphia (Philadelphia Teachers Association ). Melalui asosiasi inilah guru- guru bangkit untuk meningkatkan martabat hidupnya, yang hasilnya antara lain guru-guru memperoleh gaji lebih baik.
            Berkaitan langsung dengan prakarsa MBS, di negara maju reformasi pendidikan, khususnya reformasi manajemen pendidikan, selama lebih dari empat puluh tahun terakhir terus berporos pada desentralisasi. Menurut Bailey (1991) di Amerika Serikat, misalnya sejak tahun 1960-an hingga tahun 1990-an, secara prinsip telah berjalan “empat generasi”  gerakan reformasi manajemen pendidikan. Dari “empat generasi” gerakan reformasi tersebut, semuanya menjurus kepada desentralisasi hingga sampai kepada istilah disebut sebagai MBS. Seperti disebutkan terdahulu, MBS merupakan pengindonesiaan dari school-based management (SBM) atau istilah school-site management (SSM).
Di Indonesia sendiri, telah banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di tingkat pendidikan dasar. Namun hasilnya kurang memuaskan. Secara garis besar faktor-faktor penyebabnya adalah:
  1. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional hanya berfokus pada materi-materi yang akan diberikan tanpa memperhatikan proses dan aplikasinya dalam kehidupan.
  2. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada putusan birokrasi. Oleh sebab itu sekolah menjadi tidak mandiri, kurang inisiatif dan miskin kreatifitas, sehingga usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu layanan pendidikan menjadi kurang termotivasi.
  3. Peran serta masyarakat, terutama orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan, selama ini hanya terbatas pada dukungan dana, padahal mereka sangat penting dalam proses-proses pendidikan seperti pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi akuntabilitas. Oleh sebab itu perlu di sentralisasi pendidikan sebagai faktor pendorong MBS ini. selain itu terkadang orang tua tidak mampu menciptakan lingkungan pergaulan yang selaras dengan lingkungan pendidikan di sekolah, sehingga  membuat siswa lebih sulit membangun kepribadian sesuai dengan yang diinginkan guru dan orang tua siswa.
Kenyataan juga menunjukan bahwa sebagian rendahnya mutu pendidikan disebakan oleh buruknya manajemen dan kebijakan pendidikan. Juran, salah seorang begawan berpendapat bahwa masalah mutu 85% ditentukan manajemen, sisanya oleh faktor yang lain. Manajemen sekolah selama Orde Baru yang sangat sentralistik telah menempatkan sekolah pada posisi marginal, kurang diberdayakan, kurang mandiri, pasif atau menunggu instruksi, bahkan inisiatif dan kreativitasnya terpasung. Akan tetapi, sejalan dengan reformasi dan demokratisasi pendidikan yang sedang bergulir, pemerintah bertekad bulat untuk melaksanakan desentralisasi pendidikan yang bertumpu pada pemberdayaan sekolah di semua jenjang pendidikan.
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah atau disebut juga Site Based Management telah dicoba di Amerika, ternyata telah membawa dampak terhadap peningkatan kualitas belajar mengajar. Hal tersebut disebabkan oleh adanya mekanisme yang lebih efektif, yaitu pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat, sekaligus memberikan dorongan semangat kinerja baru sebagai motivasi berprestasi kepada kepala sekolah dalam melakukan tugasnya sebagai manajer sekolah. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan di Amerika Serikat, konsep Site Based Management merupakan strategi penting untuk meningkatkan kualitas pembuatan keputusan-keputusan pendidikan dalam anggaran pendidikan, sumberdaya pendidik, kurikulum dan evaluasi pendidikan (penilaian).
Sementara di Australia, School Based Management merupakan refleksi pengelolaan desentralisasi pendidikan yang menempatkan sekolah sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan yang menyangkut visi, misi, dan tujuan atau sasaran sekolah yang membawa implikasi terhadap pengembangan kurikulum sekolah dan program-program operatif sekolah yang lain
Dalam banyak kasus disebutkan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah telah membawa dampak positif seperti yang dialami oleh sekolah-sekolah di beberapa negara antara lain di Selandia Baru, dan Chile.
Dengan belajar keberhasilan di negara lain seiring dengan diberlakukannnya Undang-undang Otonomi Daerah yaitu UU.No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang N0.25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka semakin membuka peluang kebijakan pendidikan di Indonesia mengalami desentralisasi pula yang salah satu bentuknya berupa Manajemen Berbasis Sekolah.
Kebijakan MBS di Indonesia secara relatif sungguh-sungguh baru dimulai sejak tahun 1999/2000, yaitu dengan peluncuran dana bantuan yang disebut dengan Bantuan Operasional Manajemen Mutu. Dana bantuan ini disetor langsung ke rekening sekolah, tidak melalui alur birokrasi pendidikan diatasnya (Dinas Diknas). Memasuki tahunanggaran 2003, dana BOMM itu diubah namanya menjadi Dana Rintisan untuk MPMBS, khususnya untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Program ini sejalan dengan implementasi dari Undang-Undang (UU) No 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dibidang pendidikan dan Undang-Undang No 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional (Propenas).
Terminologi MBS atau pendidikan berbasis masyarkat (PBM) dimuat dalam Undang-Undang No 25 tahun 2000 tentang Propenas. Menurut Undang-Undang ini MBS dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemandirian sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Perwujudan school/community – based education ini ditandai dengan pembentukan Komite Sekolah dan  Dewan Pendidikan Kabupaten atau Kota.
Sejarah baru pengelolaan pendidikan di Indonesia melalui MBS menjadikan pengelolaan pendidikan di Indonesia berpola desentralisasi, otonomi, pengambilan keputusan secara partisipatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar