Istilah profesionalisme
guru terdiri dari dua suku kata yang masing-masing mempunyai pengertian
tersendiri, yaitu kata Profesionalisme dan Guru. Ditinjau dari segi bahasa
(etimologi), istilah profesionalisme berasal dari Bahasa Inggris profession
yang berarti jabatan, pekerjaan, pencaharian, yang mempunyai keahlian[1],
sebagai mana disebutkan oleh S. Wojowasito. Selain itu, Drs. Petersalim dalam
kamus bahasa kontemporer mengartikan kata profesi sebagai bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian tertentu [2].
Dengan demikian kata profesi secara harfiah dapat diartikan dengan suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian dan ketrampilan tertentu, dimana keahlian dan ketrampilan tersebut didapat dari suatu pendidikan atau pelatihan khusus.
Adapun
pengertian profesi secara therminologi atau istilah, sesuai apa yang
diungkapkan oleh para ahli adalah sebagai berikut:
Roestiyah
yang mengutip pendapat Blackington mengartikan bahwa pofesi adalah suatu
jabatan atau pekerjaan yang terorganisir yang tidak mengandung keraguaan tetapi
murni diterapkan untuk jabatan atau pekerjaan fungsional[3].
Dr. Ahmad Tafsir yang mengutip pendapat Muchtar Lutfi mengatakan profesi harus mengandung keahlian. Artinya suatu program harus ditandai dengan suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu[4].
Dr. Ahmad Tafsir yang mengutip pendapat Muchtar Lutfi mengatakan profesi harus mengandung keahlian. Artinya suatu program harus ditandai dengan suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu[4].
Prof. Dr. M.
Surya dkk, mengartikan bahwa professional mempunyai makna yang mengacu kepada
sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang
penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan profesinya.[5]
Syafrudin, mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indanesia istilah professional adalah bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.[6]
Syafrudin, mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indanesia istilah professional adalah bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.[6]
Dari semua
pendapat para ahli diatas, menunjukkan bahwa professional secara istilah dapat
diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan
atau dididik untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan mereka mendapat imbalan
atau hasil berupa upah atau uang karena melaksanakan pekerjaan tersebut.
Kemudian
kata profesi tersebut mendapat akhiran isme, yang dalam bahasa Indonesia
menjadi berarti sifat. Sehingga istilah Profesionalisme berarti sifat yang
harus dimiliki oleh setiap profesional dalam menjalankan pekerjannya sehingga
pekerjaan tersebut dapat terlaksana atau dijalankan dengan sebaik-baiknya,
penuh tanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya dengan dilandasi
pendidikan dan ketrampilan yang dimilikinya.
Sedangkan pengertian profesional itu sendiri berarti orang yang melakukan pekerjaan yang sudah dikuasai atau yang telah dibandingkan baik secara konsepsional, secara teknik atau latihan[7].
Dari rumusan pengertian diatas ini mengambarkan bahwa tidak semua profesi atau pekerjaan bisa dikatakan profesional karena dalam tugas profesional itu sendiri terdapat beberapa ciri-ciri dan syarat-syarat sebagaimana yang dikemukakan oleh Robert W. Riche, yaitu:
Sedangkan pengertian profesional itu sendiri berarti orang yang melakukan pekerjaan yang sudah dikuasai atau yang telah dibandingkan baik secara konsepsional, secara teknik atau latihan[7].
Dari rumusan pengertian diatas ini mengambarkan bahwa tidak semua profesi atau pekerjaan bisa dikatakan profesional karena dalam tugas profesional itu sendiri terdapat beberapa ciri-ciri dan syarat-syarat sebagaimana yang dikemukakan oleh Robert W. Riche, yaitu:
1. Lebih mementingkan pelayanan
kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
2. Seorang pekerja profesional, secara
relatif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep- konsep serta
prinsip- prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
3. Memiliki kualifikasi tertentu untuk
memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan
jabatan.
4. Memiliki kode etik yang mengatur
keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
5. Adanya organisasi yang dapat
meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam profesi , serta kesejahteraan
anggotanya.
6. Memberikan kesempatan untuk
kemajuan, spesialisasi dan kemandirian.
Memandang profesi sebgai suatru karier hidup (a live career) dan menjadi seorang anggota permanen[8].
Memandang profesi sebgai suatru karier hidup (a live career) dan menjadi seorang anggota permanen[8].
Sedangkan pengertian guru seperti
yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut;
1. Drs. Petersalim dalam kamus bahasa
Indonesia Kontemporer mengartikan guru adalah orang yang pekerjaanya mendidik,
mengajar, dan mengasihi, sehingga seorang guru harus bersifat mendidik[9].
2. Ahmad D. Marimba, menyatakan bahwa
guru adalah orang yang mempunyai tanggung jawab untuk mendidik[10].
3. Amien Daiem Indrakusuma menyatakan
bahwa guru adalah pihak atau subyek yang melakukan pekerjaan mendidik[11].
4. M. Athiyah Al Abrasyi menyatakan
bahwa guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang murid,
memberi santapan jiwa, pendidikan akhlak dan membenarkannya, meghormati guru
itulah mereka hidup dan berkembang[12].
Dari beberapa pengertian guru sebagaimana
yang dikemukakan, diatas maka secara umum dapat diartikan bahwa guru adalah
orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi anak didik,
baik potensi afektif, potensi kognitif, maupun potensi psikomotor. Dari
pengertian atau definisi “profesionalisme” dan “guru” diatas dapat ditarik
suatu pengertian bahwa profesionalisme guru mempunyai pengertian
suatu sifat yang harus ada pada seorang guru dalam menjalankan pekerjaanya
sehingga guru tersebut dapat menjalankan pekerjannya dengan penuh tanggung
jawab serta mampu untuk mengembangkan keahliannya tanpa menggangu tugas pokok
guru tersebut.
-------------------
[1] S. Wojowasito, WJS. Poerwadarminto, Kamus Bahasa Inggris Indonesia-Indonesia Inggris (Bandung: Hasta, 1982), hal. 162
[2] Salim, Yeny salim, Kamus Indonesia Kontemporer, Moderninglish (Jakarta: Pres, 1991), hal. 92
[3] Roestiyah.N. K, Masalah- Masalah Ilmu Keguruan (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hal. 176
[4] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam (Bandung: Rajawali Rusda Karya, 1991).hal. 10
[5] M. Surya, dkk, Kapita Selekta Kependidikan SD (Jakarta: Universetas Terbuka, 2003),hal.45
[6] Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Ciputat: Pers, 2002), hal.15
[7] Sadirman A. M, Interaksi dan Motifasi Belajar ( Jakarta: Rajawali Pres,1991), hal. 131
[8] M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum ( Jakarta: 1993), hal.105
[9] Salim, Yeny Salim, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum ( Jakarta: 1993), hal. 492
[10] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al Maarif, 1980), hal. 37
[11]Amien Daiem Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya:Usaha Nasional, 1993),hal. 179
[12] M. Athiyah Al Abrasy, Dasar- Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 136
-------------------
[1] S. Wojowasito, WJS. Poerwadarminto, Kamus Bahasa Inggris Indonesia-Indonesia Inggris (Bandung: Hasta, 1982), hal. 162
[2] Salim, Yeny salim, Kamus Indonesia Kontemporer, Moderninglish (Jakarta: Pres, 1991), hal. 92
[3] Roestiyah.N. K, Masalah- Masalah Ilmu Keguruan (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hal. 176
[4] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam (Bandung: Rajawali Rusda Karya, 1991).hal. 10
[5] M. Surya, dkk, Kapita Selekta Kependidikan SD (Jakarta: Universetas Terbuka, 2003),hal.45
[6] Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Ciputat: Pers, 2002), hal.15
[7] Sadirman A. M, Interaksi dan Motifasi Belajar ( Jakarta: Rajawali Pres,1991), hal. 131
[8] M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum ( Jakarta: 1993), hal.105
[9] Salim, Yeny Salim, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum ( Jakarta: 1993), hal. 492
[10] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al Maarif, 1980), hal. 37
[11]Amien Daiem Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya:Usaha Nasional, 1993),hal. 179
[12] M. Athiyah Al Abrasy, Dasar- Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 136
Tidak ada komentar:
Posting Komentar