Mutu
pendidikan, menurut Beeby yang dikutip oleh Noesan (2003), dapat dilihat dari
tiga perspektif, yaitu perspektif ekonomi, sosiologi, dan pendidikan.
1.
Perspektif Ekonomi
Pendidikan
yang bermutu dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia sehingga dapat
berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat. Menurut Bowen (1980),
bahwa pendidikan dapat memberikan keuntungan dalam bentuk moneter melalui
peningkatan kemampuan dan keterampilan individu sehingga mereka dapat bekerja
dan berpenghasilan, yang akan berdampak kepada peningkatan kesejahteraan
hidupnya.
2.
Perspektif Sosiologi
Pendidikan
bermutu adalah pendidikan yang bermanfaat terhadap seluruh masyarakat dilihat
dari kebutuhan masyarakat itu sendiri, seperti kebutuhan masyarakat akan
hubungannya di dalam kelompok (misalnya berinteraksi sesama anggota
masyarakat), perkembangan budaya masyarakat, serta mempersiapkan masyarakat
untuk dapat menerima perubahan dan perkembangan teknologi.
3. Perspektif
Pendidikan
Pendidikan
bermutu menurut perspektif pendidikan dapat dilihat dari sisi prestasi siswa,
proses pembelajaran, kemampuan lulusan dalam mengembangkan potensinya di masyarakat
serta dalam hal memecahkan masalah dan berpikir kritis.
Menilai
sebuah mutu pendidikan adalah sebuah proses menilai layanan dari sebuah
sekolah. Arismunandar mengemukakan bahwa manajemen pendidikan yang bermutu
berdasarkan pada sebuah standar pelayanan minimal dengan sejumlah indikator,
yaitu:
1. Manajemen
Kurikulum dan Proses Belajar Mengajar
Standarisasi
manajemen mutu kurikulum dan kegiatan belajar mengajar bertujuan untuk
memastikan bahwa lembaga sekolah mencapai derajat prestasi tinggi dalam pelaksanaan
kurikulum nasional dan lokal. Sebagai konsekuensi penerimaan kurikulum nasional
dan lokal, setiap lembaga pendidikan perlu mengukur keberhasilan pencapaian
kurikulernya melalui alokasi waktu belajar sesuai dengan standar nasional dan
daya serap kurikulum nasional yang bergerak antara minimal 75%-90%. Sebagai
konsekuensi dari itu sekolah perlu mengembangkan sistem perencanaan waktu
belajar di kelas dan di luar kelas yang sedemikian rupa untuk mengejar target
kurikulum sebagaimana dituangkan dalam garis-garis besar progra pengajaran
(GBPP).
2. Organisasi
dan Kelembagaan Sekolah
Standarisasi
organisasi dan manajemen mutu berbasis sekolah bertujuan untuk memastikan bahwa
struktur, personalia, dan uraian tugas telah disusun sedemikian rupa sehingga
mencerminkan sistem organisasi yang profesional. Dari segi struktur kelembagaan
sekolah harus mecerminkan bidang tugasnya termasuk pertimbangan unit-unit kerja
yang diperlukan berdasarkan analisis jabatan. Dari segi personalia, diperlukan
standarisasi mengenai kualifikasi profesional pejabat yang mendukung jabatan
terutama pada posisi kepala dan wakil kepala sehingga tidak lagi terjadi
pengisian jabatan-jabatan itu oleh personil yang tidak memenuhi persyaratan.
Harus dipahami bahwa posisi kepala sekolah hendaknya lebih menekankan
pelaksanaan fungsi kepemimpinan ketimbang kekuasaan. Dari segi pembagian tugas,
harus dapat dijamin bahwa semua personil mendapat tugas yang adil dan dari segi
uraian tugas pula dapat dijamin bahwa semua personil sekolah mengetahui
tugas-tugasnya dengan jelas dan berdasarkan hal itu kinerja mereka dinilai.
3. Manajemen
Mutu Sarana dan Prasarana
Standarisasi
manajemen mutu sarana dan prasarana dimaksudkan untuk memastikan bahwa
ketersediaan sarana sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, yang meliputi;
ketersediaan lahan, bangunan, peralatan/laboratorium/media, buku teks, dan
sarana olahraga. Lahan sekolah seharusnya cukup menyediakan lapangan terbuka
untuk tempat kegiatan belajar di luar kelas dan tempat bermain untuk murid.
Bangunan sekolah seharusnya meliputi ruang-ruang untuk kepala sekolah dan wakil
kepala sekolah, ruang tata usaha, ruang guru, ruang bimbingan konseling,
perpustakaan, laboratorium, kamar mandi/WC, ruang UKS, dan ruang kelas dengan
ukuran dan kualitas yang memadai.
4. Manajemen
Mutu Ketenagaan
Standarisasi
manajemen mutu ketenagaan bertujuan untuk memastikan bahwa jumlah dan
kualifikasi tenaga yang ada pada setiap sekolah sesuai dengan semestinya. Jenis
ketenagaan di lingkungan pendidikan adalah kepala sekolah, guru, pembimbing,
laboran, pegawai tata usaha, dan yang lainnya. Kualifikasi ketenagaan mutlak
diperhatikan, terutama dalam hal kompetensi profesional. Sebagai ilustrasi,
pada sekolah menengah umum telah dikembangkan standarisasi kompetensi guru
SLTP, kompetensi atau kemampuan dasar siswa, dan standarisasi kompetensi kepala
sekolah. Daftar kompetensi tersebut dijadikan dasar oleh diknas dalam melakukan
uji kompetensi terhadap guru.
5. Manajemen
Mutu Peserta Didik
Standarisasi
peningkatan mutu peserta didik dimaksudkan untuk menjamin bahwa sekolah
memiliki kecederungan peningkatan dalam hal angka pendaftaran siswa, angka
kenaikan kelas, kelulusan, dan sebaliknya penurunan dalam hal angka putus
sekolah dan angka mengulang kelas. Standarisasi manajemen mutu kesiswaan juga
dimaksudkan untuk memastikan bahwa sistem rekrutmen siswa sesuai dengan peraturan dan penempatannya dalam
kelas tidak melebihi 40 siswa. Standarisasi ini juga bersifat kokurikuler.
6. Manajemen
Mutu Pembiayaan
Standarisasi
dalam manajemen mutu pembiayaan bertujuan untuk menjamin ketersediaan biaya
penyelenggaraan pendidikan. Setiap tahun sekolah perlu membuat Rencana Anggaran
Pendapatan dan belanja Sekolah (RAPBS) di mana di dalamnya sudah mengalokasikan
sumber pembiayaan. Sumber-sumber pembiayaan tersebut meliputi; bantuan
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dana masyarakat dan sumber lain seperti
hibah, usaha sekolah dan pinjaman sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sekolah
yang baik adalah jika presentase penerimaan dana masyarakat dan usaha lainnya
lebih besar dari presentase penerimaan dari pemerintah.
7. Manajemen
Mutu Peran Serta Masyarakat
Standarisasi
manajemen mutu peran serta masyarakat bertujuan untuk memastikan bahwa sekolah
memberikan kesempatan kepada masyarajat untuk berpartisipasi dalam kehidupan
sekolah. Karena itu, di setiap sekolah perlu dibentuk badan peran serta
masyarakat seperti BP3, komite sekolah atau organisasi lain yang sejenis.
Pembentukan badan-badan seperti itu hendaknya melibatkan masyarakat dalam arti
seluas-luasnya dan tidak hanya terbatas pada orang tua siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar