DISADARI atau tidak, kini kaum kuffar dan munafiqin secara gencar dan
sistematis berupaya keras mengeliminasi Islam supaya tidak berkembang dan
berupaya pula menghancurkan Islam dari dalam. Program eliminasi dan penghancuran
ini terangkum dalam program al-ghazwul-fikri (perang pemikiran) yang mereka
rencanakan.
Dalam bukunya, Pengantar Memahami al-Ghazwul-Fikri, Abu Ridha menyatakan,
bahwa al-ghazwul-fikri merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari uslub qital (metode perang) yang bertujuan menjauhkan
ummat Islam dari agamanya. Ia adalah penyempurnaan, alternatif, dan penggandaan
cara peperangan dan penyerbuan mereka terhadap dunia Islam.
Paling tidak, ada ‘empat’ hal yang termasuk dalam
program al-ghazwul-fikri. Pertama, Tasykik yakni
gerakan yang berupaya menciptakan keraguan dan pendangkalan akidah kaum
Muslimin terhadap agamanya. Misalnya, dengan terus-menerus menyerang
(melecehkan) Al-Qur’an dan Hadits, melecehkan Nabi Muhammad Saw atau
mengampanyekan bahwa hukum Islam tidak sesuai dengan tuntutan zaman.
Kedua, Tasywih yakni gerakan yang berupaya
menghilangkan kebanggaan kaum Muslimin terhadap agamanya. Caranya, memberikan
gambaran Islam secara buruk sehingga timbul rasa rendah diri di kalangan ummat
Islam. Di sini, mereka melakukan pencintraan negatif tentang agama dan ummat
Islam lewat media massa dan lain-lain, sehingga Islam terkesan menyeramkan,
kejam, sadis, radikal dan lain sebagainya.
Ketiga, Tadzwib yakni pelarutan budaya dan
pemikiran. Di sini, kaum kuffar dan munafiqin melakukan
pencampuradukkan antara hak dan batil, antara ajaran Islam dan Kafir. Sehingga
ummat Islam yang awam kebingungan mendapatkan pedoman hidupnya. Dan, keempat,
Taghrib yakni “pembaratan” dunia Islam, mendorong ummat Islam agar
menerima pemikiran dan budaya Barat, seperti sekularisme, pluralisme,
nasionalisme dan lain sebagainya.
Keempat hal tersebut di atas, dirasakan atau tidak, kini telah banyak
mempengaruhi ucap, sikap dan perilaku kaum Muslimin dalam meniti kehidupannya.
Tidak sedikit, di antara saudara seiman kita yang terperdaya oleh program ini.
Kini, di hadapan kita terbentang banyak tantangan. Tidak sedikit muncul
berbagai macam aliran pemikiran, paham dan gerakan dari kaum kafirin dan munafiqin yang
berupaya keras meracuni jiwa tauhid kita. Bahkan lebih dari itu, kaum kafirin dan munafiqin saling
bahu-membahu melakukan aksi pemurtadan dengan berbagai macam cara dari mulai
cara yang paling halus dengan iming-iming dan kedok kemanusiaan. Memaksa banyak
ummat Islam dengan cara kasar, brutal disertai penganiayaan untuk meninggalkan
agama Islam. “Dan tiada henti-hentinya mereka selalu memerangi kalian
sehingga kalian murtad dari agama kalian, jika mereka mampu..” (Al Baqarah, 2 :
217).
Seiring dengan itu, gerakan sekularisme berskala global pun
sedang berupaya keras mengenyahkan syariat Islam dari kehidupan ummat Islam.
Penguasa negara-negara kapitalis yang notabene kaum Salibis dan Zionis, rela
mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk menjerumuskan kaum Muslimin ke dalam
jurang sekularisme yang mereka tawarkan. Allah SWT
berfirman: “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan
mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan
cahaya-Nya walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai”(At Taubah, 9 : 32)
Saat ini pula, kaum kuffar tak henti-hentinya memunculkan
isu terorisme, sebagai isu utama – main issue -
atau isu sentral – central issue. Sasaran kampanye antiterorisme itu
sebenarnya sangat mudah dipahami oleh kita, sasarannya tiada lain adalah
kekuatan Islam. Tegasnya, ummat Islam yang berupaya menerapkan syariat
Islam dan menyerukan jihad melawan kezaliman kaum kafir bersiap-siaplah
mendapat label teroris.
Kampanye antiterorisme hakikatnya merupakan bagian
dari Ghazwul fikri, yakni invasi, serangan, atau serbuan
pemikiran dengan tujuan mengubah sikap dan pola pikir agar sesuai dengan yang
dikehendaki. Dalangnya (Zionis) dan antek-anteknya berupaya secara sistematis
untuk menempatkan Islam dan ummatnya agar dipandang sebagai ancaman yang sangat
menakutkan.
Semakin jelas kiranya, pada era global sekarang, medan perang utama
Islam vis a vis kaum kafirin dan munafiqinadalah ghazwul
fikri, selain medan perang konvensional seperti yang terjadi di
Afghanistan, Palestina, Kashmir, dan lain-lain. Senjata utama kemenangan dalam
perang pemikiran ini adalah media massa, yang terbukti sangat efektif
mempengaruhi pola pikir, pemahaman, dan perilaku masyarakat.
Oleh karena itu, pihak yang lemah dalam bidang penguasaan media massa akan
menjadi pihak yang kalah perang. Ringkasnya, siapa yang menguasai media, dialah
yang akan menguasai dunia, karena “The new source of power is
information in the hand of many”, sumber utama kekuasaan yang baru
adalah informasi yang menyebar kepada banyak orang (opini publik). Opini yang
terus-menerus melalui media massa bisa menentukan yang “jahat” (batil) menjadi
‘baik” (hak) dalam persepsi masyarakat atau sebaliknya.
Adapun sarana paling efektif Ghazwul fikri (perang
pemikiran) yang dibarengi dengan ghazwuts tsaqofi (perang
kebudayaan) adalah media massa termasuk di antaranya radio, televisi,
suratkabar, tabloid, majalah, buku, buletin, selebaran dan lain sebagainya.
Dalam dunia komunikasi ada istilah populer, “siapa yang menguasai informasi,
dialah penguasa dunia”. Memang telah menjadi pendapat umum bahwa siapa yang
menguasai informasi, dialah penguasa masa depan, bahwa sumber kekuatan baru
masyarakat bukanlah uang di tangan segelintir orang, melainkan informasi di
tangan banyak orang.
Kaum Zionis Yahudi memang tak pernah menyia-nyiakan kesempatan. Mereka
dengan sangat lincah menguasai sarana media massa dalam ‘perang
pemikiran dan perang kebudayaan’ yang serba canggih itu sekaligus merekrut
menjadi pemiliknya. Dalam bukunya berjudul, ‘Bahaya Zionisme Terhadap Dunia
Islam”, DR, Majid Kailani mengajak kita untuk mau membaca sekaligus
mewaspadai strategi mereka dalam menghadapi abad Informasi yang tercantum
dalam Protokolat Zionis XII yang isinya :
“Peran apakah yang dapat dimainkan oleh media massa akhir-akhir ini ?
Salah satu di antaranya adalah untuk membangkitkan opini rakyat yang keliru,
hal ini dapat membangkitkan emosi rakyat. Kadang juga bermanfaat guna
mengobarkan konfrontasi antar partai politik, tentunya akan
banyak menguntungkan pihak kita. Apalagi saat mereka sedang bertikai,
kesempatan baik bagi kita untuk mengadu domba. Namun dengan media massa, kita
juga dapat memakainya sebagai ajang persahabatan semu yang kebanyakan orang
tidak mengerti kesemuan itu. Kita akan mengendalikan peran media ini dengan
sungguh-sungguh. Sastra dan pers adalah dua kekuatan yang amat
berpengaruh. Oleh karena itu kita akan banyak menerbitkan buku-buku kita dengan
oplag yang besar”.
Lebih lanjut DR. Majid Kailani menyatakan, memang Zionis amat suka
menyuguhkan berbagai pemberitaan yang menimbulkan umpan emosional di segala
bidang. Atau juga banyak menimbulkan kebangkrutan moral pembacanya. Berbagai
jenis media massa dalam strategi Zionis dibagi menjadi tiga bagian yang setiap
bagiannya berperan sesuai dengan perannya, seperti tercantum dalam Protokolat
Zionis XII yang isinya :
“Media pertama, kita jadikan sebagai media yang resmi, yakni
media yang selalu siap membela kepentingan rakyat. Dengan strategi ini mata
rakyat akan terkibuli. Media yang kedua, kita jadikan
semi-resmi, yang berkewajiban menetralkan setiap oposisi yang hendak
mengobarkan api permusuhan atau pemberontakan. Sedang media yang
ketiga, adalah bertugas sebagai media yang berpihak menjadi oposisi
semu. Di dalam berita utamanya harus menampakkan sikap konfrontatif. Dengan memasang
perangkap semacam itu, akan bermunculanlah orang-orang yang berwatak oposisi
menjadi kolomnis yang gigih dan banyak menantang. Maka kerja kita tinggal
mencatat mereka ke dalam ‘Daftar Hitam’ kita”.
Sebenarnya, Ghazwul Fikri bukanlah hal baru bagi kalangan
gerakan Islam, namun mungkin karena kurangnya persiapan dan minimnya ‘peralatan
perang’ masih jauh tertinggal dibanding dengan sarana ghazwul fikri yang
dimiliki kaum kuffar dan munafiqin, utamanya
televisi. Minimnya dana, kurang profesionalnya pengelola, dan lemahnya
manajemen biasanya menjadi penyebab utama lemah dan hancurnya sebuah media
massa Islam.
Kini tiba saatnya, kaum aghniya harus lebih disadarkan
untuk jihad al mal dan dana Infak (zakat & shadaqoh) pun
diberdayakan lebih optimal, khususnya untuk membekali para da’i dan mujahid
terjun di medan perang ghazwul fikri. Kaum Muslimin, khususnya
kalangan mudanya juga harus terus membekali diri menghadapi ghazwul
fikri ini dengan bermodal iman, ilmu, wawasan dan ketrampilan
jurnalistik untuk bertempur di medan media massa, demi membela kebenaran Islam
dan kaum Muslimin. Sekaligus memerangi kaum penyesat ajaran Islam melalui
ketrampilan menulis di media massa.
Betapa pun gencarnya Zionis Yahudi dan Salibis setiap hari berupaya
mengendalikan pikiran kita melalui gambar dan kata-kata, namun semua itu tidak
menjadikan kita lupa untuk mengambil langkah bijak dengan check and
recheck, tabayun dalam setiap menerima informasi. Allah SWT
berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu”(Al Hujuraat,49:6).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar