A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Istilah manajemen
berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS
merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat
sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.
Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam
pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas
sekolah. Nurcholis mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk
alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan.
Dapat juga dikatakan
bahwa manajemen berbasis sekolah (MBS) pada hakekatnya adalah penyerasian
sumberdaya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua
kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses
pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau
untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pengertian MBS suatu
konsep yang menempatkan kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar
mengajar.
B.
Sejarah Munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Secara faktual, telah
banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di tingkat
pendidikan dasar. Namun hasilnya kurang menggembirakan. Secara garis besar
factor-faktor penyebabnya adalah
- Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional hanya berfokus pada materi-materi yang akan diberikan tanpa memperhatikan proses dan aplikasinya dalam kehidupan.
- Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada putusan birokrasi. Oleh sebab itu sekolah menjadi tidak mandiri, kurang inisiatif dan miskin kreatifitas, sehingga usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu layanan pendidikan menjadi kurang termotifasi.
- Peran serta masyarakat, terutama orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan, selama ini hanya terbatas pada dukungan dana, padahal mereka sangat penting dalam proses-proses pendidikan seperti pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi akuntabilitas. Oleh sebab itu perlu di sentralisasi pendidikan sebagai factor pendorong MBS ini. selain itu terkadang Orang tua tidak mampu menciptakan lingkungan pergaulan yang selaras dengan lingkunag pendidikan di sekolah, sehingga membuat siswa lebih sulit membangun kepribadian sesuai dengan yang diinginkan guru dan orang tua siswa.
Berdasarkan hasil kajian
yang dilakukan di Amerika Serikat, konsep Site Based Management merupakan
strategi penting untuk meningkatkan kualitas pembuatan keputusan-keputusan
pendidikan dalam anggaran pendidikan, sumberdaya pendidik, kurikulum dan
evaluasi pendidikan (penilaian). Demikian juga studi yang dilakukan di El
Salvador, Nepal dan Pakistan. Rata-rata informasi menunjukkan pemberian otonomi
pada sekolah telah meningkatkan motivasi dan kehadiran guru.
Sementara di Australia, School Based
Management merupakan refleksi pengelolaan desentralisasi pendidikan yang
menempatkan sekolah sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk menetapkan
kebijakan yang menyangkut visi, misi, dan tujuan atau sasaran sekolah yang
membawa implikasi terhadap pengembangan kurikulum sekolah dan program-program
operatif sekolah yang lain. MBS di Australia dibangun dengan memperhatikan
kebijakan dan panduan dari pemerintah negara bagian di satu pihak, dan di pihak
lain dari partisipasi masyarakat melalui school council dan parent and
community association. Perpaduan keduanya melahirkan dokumen penting
penyelenggaraan MBS yaity school policy yang memuat visi, misi, sasaran, pengembangan
kurikulum, dan prioritas program, school planning review serta school annual
planning quality assurance. Akuntabilitas dilakukan melalui external and
internal monitoring.
Dengan belajar
keberhasilan di negara lain seiring dengan diberlakukannnya Undang-undang
Otonomi Daerah yaitu UU.No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan
Undang-undang N0.25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka semakin
membuka peluang kebijakan pendidikan di Indonesia mengalami desentralisasi pula
yang salah satu bentuknya berupa Manajemen Berbasis Sekolah. Sejarah baru
pengelolaan pendidikan di Indonesia melalui MBS menjadikan pengelolaan
pendidikan di Indonesia berpola desentralisasi, otonomi, pengambilan keputusan
secara partisipatif. Pendekatan birokratik tidak ada lagi, yang ada adalah
pendekatan profesional.
Dalam Pasal 11 UU No.25
Tahun 1999, kewenangan daerah kabupaten dan kota, mencakup semua bidang
pemerintahan termasuk di dalamnya pendidikan dan kebudayaan, maka terdapat
otonomi dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, peningkatan efisiensi
pengelolaan pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan yang mengarah kepada
pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerataan pelayanan pendidikan yang
berkeadilan.
C.
Alasan Diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Ada beberapa alasan yang yang mendasari
penerapan Manajemen Berbasis Sekolah yaitu:
1.
Dengan pemberian otonomi
yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan lebih inisiatif/kreatif
dalam meningkatkan mutu sekolah.
2.
Dengan pemberian
fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber dayanya,
maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan
sumber daya sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah.
3.
Sekolah lebih mengetahui
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan
sekolahnya.
4.
Sekolah lebih mengetahui
kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan
didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kebutuhan peserta didik.
5.
Pengembangan keputusan
yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena
pihak sekolah yang paling tahu apa yang paling terbaik bagi sekolahnya
6.
Penggunaan sumber daya
pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.
7.
Keterlibatan semua warga
sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan
transparansi dan demokrasi yang sehat.
8.
Sekolah dapat
bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah,
orangtua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya
semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang
telah direncanakan.
9.
Sekolah dapat melakukan
persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu
pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik,
masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
10.
Sekolah dapat secara
cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.
D.
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Tujuan penerapan
manajemen berbasis sekolah secara umum adalah untuk memandirikan atau
memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah,
pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola
sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat
untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Secara terperinci MBS
bertujuan untuk :
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian,
fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas,
sustainabilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan
memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama
3. Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan
pemerintah tentang mutu sekolahnya dan
4. meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan
yang akan dicapai.
E. Syarat
Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)
Sejak awal, pemerintah (pusat dan daerah) haruslah suportif atas gagasan MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk menentukan cara mencapai sasaran pendidikan di masing-masing sekolah. Penting artinya memiliki kesepakatan tertulis yang memuat secara rinci peran dan tanggung jawab dewan pendidikan daerah, dinas pendidikan daerah, kepala sekolah, dan dewan sekolah. Kesepakatan itu harus dengan jelas menyatakan standar yang akan dipakai sebagai dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang mencakup “seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah menggunakan sumber dayanya, dan apa rencana selanjutnya.”
Perlu diadakan pelatihan
dalam bidang-bidang seperti dinamika kelompok, pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan, penanganan konflik, teknik presentasi, manajemen stress,
serta komunikasi antarpribadi dalam kelompok. Pelatihan ini ditujukan bagi
semua pihak yang terlibat di sekolah dan anggota masyarakat, khususnya pada
tahap awal penerapan MBS. Untuk memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah
kemungkinan besar memerlukan tambahan pelatihan kepemimpinan, Selain itu hal
yang harus diperhatikan adalah :
1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.
2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan
secara bertahap. Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan
MBS secara berhasil.
3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh
pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan
diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.
4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk
pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan
wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi
kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.
F.
Konsep MBS
MBS merupakan realisasi
pemberian otonomi daerah di bidang pendidikan yang telah diatur dalam
Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 51 ayat 1. Oleh sebab
itu , MBS wajib dihayati dan diamalkan oleh warga Negara Indonesia terutama mereka yang berkecimpung di dunia
pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah.
Otonomi daerah terjadi karena melemahnya
kekuatan pusat dalam hal pendanaan pembangunan. Sebaliknyaa, daerah semakin
kuat tuntutan untuk melaksanakn otonomi. Suatu saat, jika kekuatan daerah
melemah maka sentralistik akan terjadi lagi. Jadi, sentralistik dan
desentralistik merupakan proses politik yang tidak pernah final. Adapun hal-hal
yang secara substansi dianggap perlu ditambah :
1. Prinsip MBS
(1) Komitmen, Kepala sekolah dan warga sekolah harus
pempunyai komitmen yang kuat dalam upaya menggerakkan semua warga sekolah untuk
membangun MBS.
(2) Kesiapan, semua warga sekolah harus siap fisik
dan mental untuk membangun MBS.
(3) Keterlibatan, pendidikan yang efektif melibatkan
semua pihak dalam mendidik anak.
(4) Kelembagaan, sekolah sebagai lembaga adalah unit
terpenting bagi pendidikan yang efektif.
(5) Keputusan, segala keputusan sekolah dibuat oleh
pihak yang benar-benar mengerti tentang pendidikan.
(6) Kesadaran, guru-guru harus memiliki kesadaran untuk membenantu dalam
pembuatan keputusan program pendidikan dan kurikulum.
(7) Kemandirian, sekolah harus diberi otonomi sehingga memiliki kemandirian dalam membuat
keputusan pengalokasian dana.
(8) Ketahana, perubahan akan bertahan lebih lama apabila melibatkan
stakeholders sekolah.
2. Cara Membuat Visi
Semakin jelas peta yang harus dijalani , semakin
mudah pula mengukurtingkat keberhasilan dan semakin tinggi tingkat
pencapaiannya. Dengan memiliki visi, berarti sekolah telah memiliki gambaran
yang jelas tentang keadaan sekolah yang diinaginkan. Cara-cara untuk mencapai
visi adalah misis. Berikut cara membuat visi yang baik besert cara menilainya
(1) Mudah di ingat.
(2) Singkat, maksimal delapan kata.
(3) Menarik perhatian warga sekolah.
(4) Memberi inspirasi menantang untuk mencapai
prestasi dimasa yang akan datang.
(5) Merupakan titik temu dengan stakeholders.
(6) Menyatakan esensi yang jelas tentang yang
seharusnya bagi sekolah.
(7) Memungkinkan fleksibelitas
dan keluwesan dalam pelaksanaannya.
(8) Terkait dengan Visi dinas pendidikan setempat.
3. Peran Kepala Sekolah
Kepemipinan yang kuat juga berarti kepemimpinan
yang mampu menyejahterakan bukan menyengsarakan bawahannya, mampu
memberdayakannya, pandai merasakan, memiliki visi yang jelas, memberikan
inspirasi, orientasi jangka panjang, dan memelihara keseimbangan, keharmonisan
antara tujuan sekolah dengan tujuan individu warga sekolah atau peka terhadap
tujuan individu bawahannya.
4. Cara Mambuat Misi
Untuk membuat misi yang baik harus memperhatikan
hal berikut :
(1) Mudah diingat.
(2) Sesuai mandat atau tugas pokoknya.
(3) Sesuai dengan visi.
(4) Sesuai dengan dinas setempat.
(5) Sesuai dengan sisdiknas yang dijalankan sekolah.
(6) Sederhana, jelas, dan tidak ambigu.
(7) Dapat menjelaskan urgensi kenapa organisasi ini
ada
5. Cara Membuat Tujuan
Tujuan sekolah adalah
sesuatu yang ingin di capai sekolah dalam empat atau lima tahun yang akan
datang, tujuan adalah penjabaran dari misi sekolah. Tujuan yang dibuat masih
umum dan harus dapat dijabarkan lagi sasaran
(1) Tujuan jelas.
(2) Memperhatikan faktor internal.
(3) Mempertimbangkan faktor eksternal.
(4) Terintegrasi dari misi.
(5) Sesuai dengan nilai-nilai yang dianut
organisasi.
(6) Mempertimbangkan faktor-faktor kritis yang mempengaruhi
organisasi.
(7) Tidak berten dengan visi dinas setempat
.
6. Cara Membuat Sasaran Sekolah
Sasaran sekolah adalah ialah sesuatu khusus yang
ingin dicapai sekolah dalam kurun waktu empat sampai lima tahun. Sasaran yang
baik ialah memiliki criteria SMART,
yaitu, Specific(khas), measurable(dapat di ukur), attainable(dapat bermanfaat), realistic(dapat diwujudkan, time bounding(ada batas waktu). Adapun
cara membuat sasaran adalah :
(1) Dapat dirumuskan dengan jelas sasaran sekolah.
(2) Terstruktur dengan baik.
(3) Dapat menggambarkan hasil.
(4) Berkaitan dengan tujuan.
(5) Jelas waktu pencapainnya.
(6) Tidak mengandung tujuan yang tersembunyi.
(7) Dapat dirinci setiap tahun.
Adapun indikator berhasilnya MBS di seklah adalah :
A. Kemandirian sekolah/madrasah yang kuat..
B. Adanya kemitraan sekolah/madrasah yang efektif.
C. Adanya prtisipasi yang kuat masyarakat.
D. Adanya keeterbuakaan dan tanggung jawab dan
meluas dari pihak masyarakat/sekolah.
E. Adanya akuntabilitas yangdapat
dipertanggungjwabkan sekolah/masyrakat..
G. Hambatan
Dalam Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)
Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak
berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :
1. Tidak Berminat Untuk Terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan
selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut
serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan
sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut
perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki
banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan
mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau
tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
2. Tidak Efisien
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara
partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban
dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus
dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain
di luar itu.
3.
Pikiran
Kelompok
Setelah beberapa saat bersama, para anggota
dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini
berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi
lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak
merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan
sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan
yang diambil kemungkinan besar tidak
lagi realistis.
4.
Memerlukan
Pelatihan
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan
besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit
dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan
keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya,
pengambilan keputusan,
komunikasi, dan sebagainya.
5.
Kebingungan
Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar
telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti.
Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang
berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan
kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab
pengambilan keputusan.
6.
Kesulitan
Koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup
kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien.
Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya
masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
Apabila
pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat
memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS. Dua
unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan
tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang
berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja
tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada
level mana dalam organisasi.
Anggota
masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan
kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain
menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan
harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan
keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, 2001. Konsep dan
Pelaksanaan dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
Jakarta: Dikmenum.
Depdiknas, 2001. Panduan Monitoring
dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta:
Dikmenum.
Hasibuan, Malayu.
2003. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Bumi
Aksara.
Mansoer, Hamdan.
1989. Pengantar Manajemen. Jakarta: P2LPTK.
Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis
Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suprihatin dkk, 2004. Manajemen
Sekolah. Semarang: UPT UNNES Press.
Nurkolis, 2003. Manajemen
Berbasis sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.
Umaedi,dkk.2011.Manajemen Berbasis Sekolah Jakarta:
Universitas Terbuka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar