FEMINISME, mungkin
bukan sesuatu yang asing bagi kita. Feminisme merupakan sebuah ideologi sebagaimana halnya sosialisme, kapitalisme, dll.,
yang menentang
budaya maupun kebijakan politik yang tidak menguntungkan bagi perempuan. Feminisme
lahir akibat sebuah reaksi dari kondisi diskriminatif dan ketertindasan perempuan dalam peradaban materialistik barat. Paham ini lantas berkembang menjadi
sebuah gerakan di negara-negara barat pada sekitar tahun 1970an. Pada masa itu,
segelintir kaum perempuan yang diklaim sebagai feminis, berjuang untuk
memperoleh hak-nya sebagai warga negara. Salah satu hal yang ditekankan dari
gerakan feminis ini adalah perempuan ingin mendapatkan akses untuk pekerjaan
yang layak, mendapatkan akses pendidikan, dan mendapatkan hak-nya untuk
berpolitik. Intinya adalah perempuan menuntut hak yang sama seperti yang kaum
laki-laki dapatkan.
Paham feminisme di
Indonesia berkembang cukup pesat. Di Indonesia sendiri, feminisme juga dikenal
sebagai emansipasi yaitu pemerataan hak perempuan dan laki-laki di segala
bidang. Pada awalnya gerakan feminisme merupakan gerakan yang membela kaum
wanita dalam rangka meningkatkan harga diri wanita. Namun, feminisme juga mulai
disalahartikan. Saat ini, gerakan feminisme sering dipandang keluar jalur seperti
feminisme yang menuntut hak untuk aborsi, menuntut hak untuk memiliki pasangan
sesama jenis, dsb.
Paham mengenai
feminisme juga dibahas di dalam konvensi PBB pada tahun 1979 yaitu Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All
Forms of Discrimination against Women/ CEDAW).
Apa itu CEDAW?
CEDAW (Convention
on the Elimination of All Forms Discrimination Against Women)
merupakan konvensi yang menuntut
negara-negara pihak penandatangan berkomitmen untuk mengambil semua kebijakan yang diperlukan guna menghilangkan perbedaan antara
laki-laki dan perempuan, baik di tingkat kehidupan masyarakat
dalam pelaksanaan semua hak secara umum: hak sipil, politik, ekonomi, sosial,
dan budaya, pada tingkat kehidupan pribadi, khususnya dalam keluarga.
Adapun falsafah yang menjadi dasar Konvensi yakni
kesetaraan mutlak antara pria dan wanita -artinya penolakan fakta bahwa ada
perbedaan dalam karakter dan
fungsi antara laki-laki dan perempuan. Kemudian individual, artinya memandang perempuan sebagai individu, dan
bukan sebagai bagian dari keluarga.