Kamis, 12 Januari 2017

Metode Pembelajaran Kooperatif

Salah satu alasan terpenting mengapa pembelajaran kooperatif dikembangkan adalah bahwa para pendidik dan ilmuwan sosial telah lama mengetahui tentang pengaruh yang merusak dari persaingan yang sering digunakan di dalam kelas. Ini bukannya ingin mengatakan bahwa persaingan itu salah; jika diatur dengan baik, persaingan di antara para pesaingyang sesuai dapat menjadi sasaran yang efektif dan tidak berbahaya untuk memotivasi orang untuk melakukan yang terbaik. Namun bentuk-bentuk persaingan yang biasanya digunakan di dalam kelas jarang sekali bersifat efektif dan sehat.[1]
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum, pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas. (Agus 54-55)

Dukungan teori kontruktivisme Vygotsky telah meletakkan arti penting model pembelajaran kooperatif. Kontruktivisme social Vygotsky menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikontruksi secara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran peserta didik. (Agus 55)

Dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dengan kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Sebagai contoh misalnya, dalam metode yang disebut Students Team-Achievement Division atau STAD (Slavin, 1986a)-seorang guru bisa saja menyampaikan pelajaran tentang membaca peta, kemudian memberikan waktu kepada siswa untuk bekerja dengan peta dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang yang berkaitan dengan soal itu bersama anggota tim nya. Anggota tim heterogen yang terdiri dari siswa berprestasi tinggi, sedang, rendah, laki-laki dan perempuan, dan berasal dari latar belakang etnik yang berbeda. Setelah mendapatkan kesempatan untuk belajar dengan tim mereka, para siswa mengerjakan kuis mengenai membaca peta secara sendiri-sendiri. Skor kuis dari semua dicatat. Semua tim yang skor rata-rata kuisnya tinggi mendapatkan penghargaan khusus, seperti sertifikat yang menarik atau menempatkan foto anggota tim mereka di rueng kelas. (Slavin 8)

Ide yang melatarbelakangi bentuk pembelajaran kooperatif semacam ini adalah apabila para siswa ingin agar timnya berhasil, mereka akan mendorong anggota timnya untuk lebih baik dan akan membantu mereka melakukannya. Sering kali, para siswa mampu melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menjelaskan gagasan-gagasan yang sulit satu sama lain dengan menerjemahkan bahasa-bahasa yang digunakan guru ke dalam bahasa anaka-anak.


[1] Robert E. Slavin, Cooperative Lerning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung:Penerbit Nusa Media, 2009) h.7

[2] Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM, (Surabaya:Pustaka Pelajar,20010) h.46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar