Kamis, 12 Januari 2017

Feminisme



FEMINISME, mungkin bukan sesuatu yang asing bagi kita. Feminisme merupakan sebuah ideologi sebagaimana halnya sosialisme, kapitalisme, dll., yang menentang budaya maupun kebijakan politik yang tidak menguntungkan bagi perempuan. Feminisme lahir akibat sebuah  reaksi dari kondisi diskriminatif dan ketertindasan perempuan dalam peradaban materialistik barat. Paham ini lantas berkembang menjadi sebuah gerakan di negara-negara barat pada sekitar tahun 1970an. Pada masa itu, segelintir kaum perempuan yang diklaim sebagai feminis, berjuang untuk memperoleh hak-nya sebagai warga negara. Salah satu hal yang ditekankan dari gerakan feminis ini adalah perempuan ingin mendapatkan akses untuk pekerjaan yang layak, mendapatkan akses pendidikan, dan mendapatkan hak-nya untuk berpolitik. Intinya adalah perempuan menuntut hak yang sama seperti yang kaum laki-laki dapatkan.

Paham feminisme di Indonesia berkembang cukup pesat. Di Indonesia sendiri, feminisme juga dikenal sebagai emansipasi yaitu pemerataan hak perempuan dan laki-laki di segala bidang. Pada awalnya gerakan feminisme merupakan gerakan yang membela kaum wanita dalam rangka meningkatkan harga diri wanita. Namun, feminisme juga mulai disalahartikan. Saat ini, gerakan feminisme sering dipandang keluar jalur seperti feminisme yang menuntut hak untuk aborsi, menuntut hak untuk memiliki pasangan sesama jenis, dsb.
Paham mengenai feminisme juga dibahas di dalam konvensi PBB pada tahun 1979 yaitu Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women/ CEDAW).

Apa itu CEDAW?
CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms Discrimination Against Women) merupakan konvensi yang menuntut negara-negara pihak penandatangan berkomitmen untuk mengambil semua kebijakan yang diperlukan guna menghilangkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, baik di tingkat kehidupan masyarakat dalam pelaksanaan semua hak secara umum: hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya,  pada tingkat kehidupan pribadi,  khususnya dalam keluarga. 
Adapun falsafah yang menjadi dasar Konvensi yakni kesetaraan mutlak antara pria dan wanita -artinya penolakan fakta bahwa ada perbedaan dalam karakter dan fungsi antara laki-laki dan perempuan. Kemudian individual, artinya memandang perempuan sebagai individu, dan bukan sebagai bagian dari keluarga.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar