Kamis, 12 Januari 2017

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

A.  Pengertian  Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan.
Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah (MBS) pada hakekatnya adalah penyerasian sumberdaya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pengertian MBS suatu konsep yang menempatkan kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar.

B.       Sejarah Munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Secara faktual, telah banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di tingkat pendidikan dasar. Namun hasilnya kurang menggembirakan. Secara garis besar factor-faktor penyebabnya adalah
  1. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional hanya berfokus pada materi-materi yang akan diberikan tanpa memperhatikan proses dan aplikasinya dalam kehidupan.
  2. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada putusan birokrasi. Oleh sebab itu sekolah menjadi tidak mandiri, kurang inisiatif dan miskin kreatifitas, sehingga usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu layanan pendidikan menjadi kurang termotifasi.
  3. Peran serta masyarakat, terutama orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan, selama ini hanya terbatas pada dukungan dana, padahal mereka sangat penting dalam proses-proses pendidikan seperti pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi akuntabilitas. Oleh sebab itu perlu di sentralisasi pendidikan sebagai factor pendorong MBS ini. selain itu terkadang Orang tua tidak mampu menciptakan lingkungan pergaulan yang selaras dengan lingkunag pendidikan di sekolah, sehingga  membuat siswa lebih sulit membangun kepribadian sesuai dengan yang diinginkan guru dan orang tua siswa.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan di Amerika Serikat, konsep Site Based Management merupakan strategi penting untuk meningkatkan kualitas pembuatan keputusan-keputusan pendidikan dalam anggaran pendidikan, sumberdaya pendidik, kurikulum dan evaluasi pendidikan (penilaian). Demikian juga studi yang dilakukan di El Salvador, Nepal dan Pakistan. Rata-rata informasi menunjukkan pemberian otonomi pada sekolah telah meningkatkan motivasi dan kehadiran guru.
 Sementara di Australia, School Based Management merupakan refleksi pengelolaan desentralisasi pendidikan yang menempatkan sekolah sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan yang menyangkut visi, misi, dan tujuan atau sasaran sekolah yang membawa implikasi terhadap pengembangan kurikulum sekolah dan program-program operatif sekolah yang lain. MBS di Australia dibangun dengan memperhatikan kebijakan dan panduan dari pemerintah negara bagian di satu pihak, dan di pihak lain dari partisipasi masyarakat melalui school council dan parent and community association. Perpaduan keduanya melahirkan dokumen penting penyelenggaraan MBS yaity school policy yang memuat visi, misi, sasaran, pengembangan kurikulum, dan prioritas program, school planning review serta school annual planning quality assurance. Akuntabilitas dilakukan melalui external and internal monitoring.
Dengan belajar keberhasilan di negara lain seiring dengan diberlakukannnya Undang-undang Otonomi Daerah yaitu UU.No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang N0.25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka semakin membuka peluang kebijakan pendidikan di Indonesia mengalami desentralisasi pula yang salah satu bentuknya berupa Manajemen Berbasis Sekolah. Sejarah baru pengelolaan pendidikan di Indonesia melalui MBS menjadikan pengelolaan pendidikan di Indonesia berpola desentralisasi, otonomi, pengambilan keputusan secara partisipatif. Pendekatan birokratik tidak ada lagi, yang ada adalah pendekatan profesional.
Dalam Pasal 11 UU No.25 Tahun 1999, kewenangan daerah kabupaten dan kota, mencakup semua bidang pemerintahan termasuk di dalamnya pendidikan dan kebudayaan, maka terdapat otonomi dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan yang mengarah kepada pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerataan pelayanan pendidikan yang berkeadilan.

C.      Alasan Diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Ada beberapa alasan yang yang mendasari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah yaitu:
1.       Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan lebih inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.
2.       Dengan pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber dayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumber daya sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah.
3.       Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
4.       Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
5.       Pengembangan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolah yang paling tahu apa yang paling terbaik bagi sekolahnya
6.       Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.
7.       Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
8.       Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
9.       Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
10.   Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.


D.      Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Tujuan penerapan manajemen berbasis sekolah secara umum adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Secara terperinci MBS bertujuan untuk :
1.     Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2.     Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama
3.     Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya dan
4.     meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

E.       Syarat Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)

Sejak awal, pemerintah (pusat dan daerah) haruslah suportif atas gagasan MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk menentukan cara mencapai sasaran pendidikan di masing-masing sekolah. Penting artinya memiliki kesepakatan tertulis yang memuat secara rinci peran dan tanggung jawab dewan pendidikan daerah, dinas pendidikan daerah, kepala sekolah, dan dewan sekolah. Kesepakatan itu harus dengan jelas menyatakan standar yang akan dipakai sebagai dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang mencakup “seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah menggunakan sumber dayanya, dan apa rencana selanjutnya.”
Perlu diadakan pelatihan dalam bidang-bidang seperti dinamika kelompok, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, penanganan konflik, teknik presentasi, manajemen stress, serta komunikasi antarpribadi dalam kelompok. Pelatihan ini ditujukan bagi semua pihak yang terlibat di sekolah dan anggota masyarakat, khususnya pada tahap awal penerapan MBS. Untuk memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar memerlukan tambahan pelatihan kepemimpinan, Selain itu hal yang harus diperhatikan adalah :
1.      MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.
2.      MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap. Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara berhasil.
3.      Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.
4.      Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
5.      Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.

F.     Konsep MBS
MBS merupakan realisasi pemberian otonomi daerah di bidang pendidikan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 51 ayat 1. Oleh sebab itu , MBS wajib dihayati dan diamalkan oleh warga Negara Indonesia  terutama mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah.
Otonomi daerah terjadi karena melemahnya kekuatan pusat dalam hal pendanaan pembangunan. Sebaliknyaa, daerah semakin kuat tuntutan untuk melaksanakn otonomi. Suatu saat, jika kekuatan daerah melemah maka sentralistik akan terjadi lagi. Jadi, sentralistik dan desentralistik merupakan proses politik yang tidak pernah final. Adapun hal-hal yang secara substansi dianggap perlu ditambah :
1.       Prinsip MBS
(1)   Komitmen, Kepala sekolah dan warga sekolah harus pempunyai komitmen yang kuat dalam upaya menggerakkan semua warga sekolah untuk membangun MBS.
(2)   Kesiapan, semua warga sekolah harus siap fisik dan mental untuk membangun MBS.
(3)   Keterlibatan, pendidikan yang efektif melibatkan semua pihak dalam mendidik anak.
(4)   Kelembagaan, sekolah sebagai lembaga adalah unit terpenting bagi pendidikan yang efektif.
(5)   Keputusan, segala keputusan sekolah dibuat oleh pihak yang benar-benar mengerti tentang pendidikan.
(6)   Kesadaran, guru-guru harus memiliki kesadaran untuk membenantu dalam pembuatan keputusan  program  pendidikan dan kurikulum.
(7)   Kemandirian, sekolah harus diberi otonomi  sehingga memiliki kemandirian dalam membuat keputusan pengalokasian dana.
(8)   Ketahana, perubahan akan bertahan lebih lama apabila melibatkan stakeholders sekolah.

2.       Cara Membuat Visi
Semakin jelas peta yang harus dijalani , semakin mudah pula mengukurtingkat keberhasilan dan semakin tinggi tingkat pencapaiannya. Dengan memiliki visi, berarti sekolah telah memiliki gambaran yang jelas tentang keadaan sekolah yang diinaginkan. Cara-cara untuk mencapai visi adalah misis. Berikut cara membuat visi yang baik besert cara menilainya
(1)   Mudah di ingat.
(2)   Singkat, maksimal delapan kata.
(3)   Menarik perhatian warga sekolah.
(4)   Memberi inspirasi menantang untuk mencapai prestasi dimasa yang akan datang.
(5)   Merupakan titik temu dengan stakeholders.
(6)   Menyatakan esensi yang jelas tentang yang seharusnya bagi sekolah.
(7)   Memungkinkan fleksibelitas dan keluwesan dalam pelaksanaannya.
(8)   Terkait dengan Visi dinas pendidikan setempat.

3.       Peran Kepala Sekolah
Kepemipinan yang kuat juga berarti kepemimpinan yang mampu menyejahterakan bukan menyengsarakan bawahannya, mampu memberdayakannya, pandai merasakan, memiliki visi yang jelas, memberikan inspirasi, orientasi jangka panjang, dan memelihara keseimbangan, keharmonisan antara tujuan sekolah dengan tujuan individu warga sekolah atau peka terhadap tujuan individu bawahannya.

4.       Cara Mambuat Misi
Untuk membuat misi yang baik harus memperhatikan hal berikut :
(1)   Mudah diingat.
(2)   Sesuai mandat atau tugas pokoknya.
(3)   Sesuai dengan visi.
(4)   Sesuai dengan dinas setempat.
(5)   Sesuai dengan sisdiknas  yang dijalankan sekolah.
(6)   Sederhana, jelas, dan tidak ambigu.
(7)   Dapat menjelaskan urgensi kenapa organisasi ini ada
5.       Cara Membuat Tujuan
Tujuan sekolah adalah sesuatu yang ingin di capai sekolah dalam empat atau lima tahun yang akan datang, tujuan adalah penjabaran dari misi sekolah. Tujuan yang dibuat masih umum dan harus dapat dijabarkan lagi sasaran
(1)   Tujuan jelas.
(2)   Memperhatikan faktor internal.
(3)   Mempertimbangkan faktor eksternal.
(4)   Terintegrasi dari misi.
(5)   Sesuai dengan nilai-nilai yang dianut organisasi.
(6)   Mempertimbangkan faktor-faktor kritis yang mempengaruhi organisasi.
(7)   Tidak berten dengan visi dinas setempat
.
6.       Cara Membuat Sasaran Sekolah
Sasaran sekolah adalah ialah sesuatu khusus yang ingin dicapai sekolah dalam kurun waktu empat sampai lima tahun. Sasaran yang baik ialah memiliki criteria SMART,  yaitu, Specific(khas), measurable(dapat di ukur), attainable(dapat bermanfaat), realistic(dapat diwujudkan, time bounding(ada batas waktu). Adapun cara membuat sasaran adalah :
(1)   Dapat dirumuskan dengan jelas sasaran sekolah.
(2)   Terstruktur dengan baik.
(3)   Dapat menggambarkan hasil.
(4)   Berkaitan dengan tujuan.
(5)   Jelas waktu pencapainnya.
(6)   Tidak mengandung tujuan yang tersembunyi.
(7)   Dapat dirinci setiap tahun.

Adapun indikator berhasilnya MBS  di seklah adalah :
A.    Kemandirian sekolah/madrasah yang kuat..
B.     Adanya kemitraan sekolah/madrasah yang efektif.
C.     Adanya prtisipasi yang kuat masyarakat.
D.    Adanya keeterbuakaan dan tanggung jawab dan meluas dari pihak masyarakat/sekolah.
E.     Adanya akuntabilitas yangdapat dipertanggungjwabkan sekolah/masyrakat..


G. Hambatan Dalam Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)
       Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :

1.      Tidak Berminat Untuk Terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
2.      Tidak Efisien
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
3.      Pikiran Kelompok
Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak
lagi realistis.
4.      Memerlukan Pelatihan
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan,
komunikasi, dan sebagainya.
5.      Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
6.      Kesulitan Koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.

Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS. Dua unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.
Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA

  
           Depdiknas, 2001.  Konsep dan Pelaksanaan dalam Manajemen Peningkatan  Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum. 
          Depdiknas, 2001. Panduan Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum. 
Hasibuan, Malayu. 2003. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara. 
Mansoer, Hamdan. 1989. Pengantar Manajemen. Jakarta: P2LPTK. 
          Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suprihatin dkk, 2004. Manajemen Sekolah. Semarang: UPT UNNES Press.
Nurkolis, 2003.  Manajemen Berbasis sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.
Umaedi,dkk.2011.Manajemen Berbasis Sekolah Jakarta: Universitas Terbuka





Tidak ada komentar:

Posting Komentar