Sabtu, 20 Desember 2014

Kritik Mengenai Kampusku


Kampusku adalah tempatku untuk menuntut ilmu dan mencapai masa depanku. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, itulah kampusku. Terletak di Jl.Raya Jakarta Km. 4, Pakupatan, Serang, dan merupakan universitas negeri di Banten. Adalah bangga ketika kami memiliki status sebagai mahasiswa dari universitas negeri “satu-satunya” di Banten. Namun di balik itu, kenyataannya banyak keluhan-keluhan di dalamnya yang saya atau mungkin mahasiswa lainnya alami.

Ketika pertama kali masuk ke kampus, hal yang sering dikeluhkan oleh mahasiswa, termasuk saya yakni lahan parkir yang sempit. Ya, lahan parkir yang sempit mungkin membuat mahasiswa tidak nyaman. Tidak hanya itu, banyak pengguna kendaraan, baik motor maupun mobil yang parkir di sembarang tempat di sekitar kampus, juga membuat ruang untuk pejalan kaki menjadi tidak nyaman. Melihat kondisi ini, semestinya pihak rektorat menyiapkan lahan parkir yang lebih luas. Selain itu juga, perlu adanya kesadaran bagi pihak pengendara, baik dosen maupun mahasiswa yang hendak memarkirkan kendaraan nya di lahan kampus agar lebih tertib dan sesuai tempatnya agar tidak mengganggu kenyamanan dan mengganggu ruang untuk para pejalan kaki.

Kemudian salah satu yang menjadi keluhanku, ketika hendak masuk mesjid kampus. Banyak sampah-sampah kertas atau bungkus makanan berserakan di teras mesjid. Karena mahasiswa tidak punya tempat untuk, misalnya belajar atau kerja kelompok di luar kelas mahasiswa mengguanakan teras mesjid untuk belajar dsb. Namun mahasiswa yang melakukan kegiatan di teras mesjid, tidak memperhatikan kebersihan dengan tidak membuang sampah pada tempatnya. Alhasil mesjid menjadi kotor. Padahal sering diingati berkali-kali, namun sepertinya masalah “apatis” yang banyak dimiliki oleh mahasiswa sehingga terkesan dibiarkan begitu saja. Kemudian yang disalahkan adalah, pengurus mesjid atau orang-orang mesjid. Kita tidak bisa menyalahkan siapapun karena masjid kampus adalah miliki kita bersama, seharusnya kita yang menjaga dan merawatnya. Sikap apatis dari hal kecil ini saja sebaiknya harus diperbaiki.

Kemudian kita lihat dari tempat kami menimba ilmu sehari-hari, yaitu ruang kelas. Hal-hal yang seharusnya menjadi hak bagi mahasiswa sebaiknya perlu diperhatikan, misalnya saja fasilitas ruang kelas. Ruang kelas seharusnya memberikan kenyamanan bagi mahasiswa sehingga dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Namun proses belajar  kami harus terganggu, karena masalah infocus yang rusak. Dosen yang hendak menerangkan pelajaran pun jadi sulit, behitu juga mahasiswa untuk keperluan presentasi tugas dsb juga menjadi terhambat. Selain itu, ruang kelas yang panas karena AC yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, membuat mahasiswa dan dosen hanya bisa “kipas-kipas” ketika pembelajaran berlangsung. Lalu papan tulis yang kurang layak dan bangku yang rusak/tidak layak pakai juga masih ada di ruang kelas kami. Melihat sedikit lebih jauh dari ruang kelas, yaitu toilet kampus yang sebagian tidak berfungsi dan tidak ada penanda untuk toilet laki-laki maupun perempuan.

Selain masalah fasilitas, juga banyak carut-marut yang terjadi di kampus kami, seperti masalah krisis kepercayaan maupun sikap apatis. Lalu dalam pemilihan presma, ketua bem, ketua hima seharusnya bukan menjadi ajang mencari popularitas dan kekuasaan, atau untuk kepentingan satu kelompok saja. Bukan hal itu yang diharapkan, tetapi banyak hal yang perlu dibenahi bersama-sama.

Dalam situasi seperti, baik pihak mahasiswa, ormawa maupun rektorat seharusnya duduk bersama-sama membicarakan masalah yang ada dan berusaha memperbaiki agar tejadi perubahan yang lebih baik bagi kampus kami. Selain itu organisasi mahasiswa, baik internal maupun eksternal juga seharusnya tidak hanya mementingkan politik masing-masing saja, tidak saling menyalahkan antar organisasi tetapi juga perlu bersama-sama untuk satukan visi, satukan gerakan, dan merapatkan barisan untuk melakukan perubahan menuju masa depan untirta yang lebih baik lagi. Kemudian dari mahasiswa, mulai meningkatkan kepedulian kita terhadap kampus dari hal-hal kecil seperti menjaga dan merawat fasilitas kampus. Bagaimanapun, kalau bukan mahasiswa di dalamnya siapa lagi yang akan melakukan nya, karena mahasiswa adalah agent of change (agen dari perubahan).

Daftar Pertanyaan

Daftar Pertanyaan (Tugas Filsafat):
  1. Apakah karakter dan kepribadian sama?
  2. Apa sebetulnya hal yang paling mempengaruhi pembentukan karakter seseorang?
  3. Bagaimana seseorang dapat dikatakan berpikir filsafat? apakah berpikir filsafat memiliki indikator?
  4. Apa indikator atau ciri seseorang dapat dikatakan mengerti?
  5. Mengapa terkadang kata hati dengan perbuatan berbeda?

Jumat, 19 Desember 2014

Usaha Nyata Guru Dalam Mensukseskan Kurikulum 2013



Sejalan dengan tuntutan zaman yang semaikin berat, perkembangan masyarakat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga semakin meningkat. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu kurikulum harus dikembangkan, karena untuk menghasilkan output dari pendidikan yang bermutu dan mampu menjawab tuntutan zaman perlu penyempurnaan pola pikir dan penguatan tata kelola kurikulum serta pendalaman dan perluasan materi. Kurikulum yang berfungsi sebagai alat pendidikan, harus terus menerus diperbarui menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi baik isi maupun prosesnya. Kurikulum 2013 adalah kurikulum bebasis kompetensi yang disiapkan untuk menjawab tuntutan zaman yang di dalamnya menekankan terselenggaranya proses pendidikan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif. Tujuan Kurikulum 2013 sendiri adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Proses pembelajaran yang dilakukan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach) dengan penilaian berbasis proses dan produk.

Seirama dengan perkembangan zaman, dunia ilmu pengetahuan dan teknologi juga terus berkembang dan selalu muncul hal-hal baru di dalamnya. Tenaga pendidik harus mengikuti perkembangan tersebut sehingga lebih dahulu mengetahuinya daripada peserta didik dan masyarakat umum. Disini letaknya perkembangan dan tanggung jawab tenaga kependidikan terhadap profesinya. Seiring dengan bertumbuhnya berbagai macam kebutuhan dan tuntutan kehidupan, peran guru semakin berat. Guru bukan hanya membekali siswa dengan berbagai macam ilmu pengetahuan akan tetapi juga dituntut untuk mengembangkan minat dan bakat, membentuk moral dan kepribadian, bahkan dituntut agar anak didik dapat menguasai berbagai macam keterampilan yang dibutuhkan untuk masa depannya.

Untuk menghasilkan output pendidikan yang baik diperlukan kesinambungan antara rancangan kurikulum dengan implementasinya. Salah satu sosok yang penting dalam implementasi kurikulum adalah guru. Guru merupakan garda terdepan dalam proses pendidikan. Guru bukan hanya sekedar profesi, guru merupakan tenaga profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Sebagai tenaga profesional, kesadaran tentang peran guru perlu ditingkatkan. Guru profesional harus mampu mengembangkan persiapan mengajar yang baik, logis dan sistematis, sehingga guru dapat mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya. Persiapan belajar yang dikembangkan guru memiliki makna yang cukup mendalam dengan memberikan pengalaman belajar yang baik bagi siswa dan bukan hanya kegiatan rutinitas untuk memenuhi kelengkapan administratif saja.
Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa rendahnya mutu pendidikan disebabkan oleh banyak faktor, salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas guru maupun tenaga kependidikan lainnya. Korelasi antara rendahnya mutu kualitas guru sangat signifikan terhadap kualitas alumni dari berbagai jenjang pendidikan formal saat ini. Rendahnya pendidikan guru juga berdampak pada kualitas profesinya. Akibatnya guru bekerja dengan tidak profesional.

Disinilah peran guru harus bisa merubah mind set atau pola pikir, karena tuntutan adanya perubahan kurikulum 2013. Guru bukan hanya merupakan sebuah profesi, tetapi dituntut untuk lebih dari itu. Guru adalah tenaga profesional yang harus berbuat lebih banyak. Apa yang disampaikan seorang guru akan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran, sehingga seorang guru profesional akan menciptakan kondisi yang menimbulkan kesadaran dan keseriusan dalam proses belajar mengajar. Tidak kompetennya atau keterbatasannya pengetahuan seorang guru dalam menyampaikan materi atau bahan ajar secara tidak langsung akan berdampak terhadap hasil pembelajaran. Karena proses tidak hanya tercapai dengan keberanian, namun kompetensi yang ada di dalam guru juga penting. Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu kurikulum. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu kurikulum, maka kurikulum itu tidak mungkin dapat di implementasikan. Melihat hal tersebut, sangat terlihat peran guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa

Guru dalam rangka mengembangkan, meningkatkan dan melaksanakan profesinya tersebut perlu untuk menambah wawasan, guru sebagai tenaga pendidik tidak hanya sekedar mengajar di depan kelas, tetapi juga tampil di tengah-tengah masyarakat untuk membimbing dan meberikan pandangan-pandangan yang berfaedah. Yang terpenting adalah, bagaiman guru sebagai tenaga pendidik dalam melaksanakan profesinya harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan zaman. Untuk memperoleh kompetensi tesebut, guru perlu meningkatkan kualitas pendidiknya. Oleh karena itu perlu adanya usaha konkret guru dalam mengembangkan kualitas dan profesionalisme khususnya dalam mengimplementasikan kurikulum 2013.

Profesionalisme merupakan tuntutan
Profesionalisme merupakan suatu tuntutan dari perubahan yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Guru sebagai tenaga pendidik yang profesional dituntut untuk memiliki kemampuan profesional kependidikan serta memiliki kepribadian yang mantap sebagai tenaga pendidik. Guru profesional merupakan tutntutan yang esensial dalam upaya peningkatan kualitas SDM yang berkualitas dan kompetitif di era globalisasi yang ditempuh melalui pendidikan yang berkualitas. Untuk mewujudkan suatu perubahan samangat dibutuhkan kesadaran dari tenaga pendidik. Masalah SDM pendidikan yang belum profesional merupakan salah satu dari permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru dan bagaimana usaha guru untuk menanggapinya hal-hal tersebut, diantaranya:


1.            Masih banyak guru yang bersikap tidak profesional seperti dimilikinya jiwa kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi pelajaran.
Di dalam kurikulum 2013, guru perlu mengembangkan proses pembelajaran yang memunculkan siswa untuk aktif, kreatif, inovatif dan terampil dimana di dalam pembelajaran nya menggunakan pendekatan saintifik (mengamati, menanya, mencoba, menalar, mengkomunikasikan.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang Standar Proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran Inkuiri (Inquiry Based Learning), model pembelajaran Discovery (Discovery Learning), model pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning), dan model pembelajaran berbasis permasalahan (Problem Based Learning). Oleh karena perlu adanya kemauan dan keseriusan guru untuk mengembangkan potensi pendidikannya dengan cara mengikuti berbagai latihan (diklat), berdiskusi dengan sesama guru bagaimana merancang proses pembelajaran yang baik serta banyak membaca referensi-referensi mengenai proses pembelajaran di dalam kurikulum 2013 baik di buku, internet maupun media massa.

2.          Kebanyakan guru mengajar tanpa program yang jelas dengan alasan mereka merasa hapal di luar kepala terhadap materi yang akan disampaikan.
Pembelajaran bukan hanya bagaimana guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada murid. Di dalam pembelajaran, khususnya di dalam kurikulum 2013 penting bagaimana guru membangun konsep belajar bermakna, menarik dan menyenangkan dengan memanfaatkan media yang telah ada. Jadi pembelajaran konvensional dimana guru hanya menerangkan materi dengan cara ceramah di depan kelas perlu dikurangi sedikit demi sedikit karena pembelajaran seperti ini membuat siswa tidak berkembang. Siswa hanya mendapatkan apa yang diberikan oleh guru tanpa mendapatkan pengalaman belajar yang nyata. Pembelajaran bukan hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan saja tetapi bagaimana cara mebuat pembelajaran tersebut menjadi bermakna sehingga siswa mendapatkan pengalaman belajar yang dia butuhkan dan materi yang di sampaikan akan lebih mudah di ingat. Pembelajaran bermakna adalah pembelajaran yang menyenangkan yang akan memiliki keunggulan dalam meraup segenap informasi secara utuh sehingga konsekuensi akhir meningkatkan kemampuan siswa. Jadi penting bagi guru untuk membuat proses pembelajaran menjadi bermakna. Langkah-langkah kegiatan yang mengarah pada timbulnya pembelajaran bermakna adalah sebagai berikut: 1). Orientasi mengajar tidak hanya pada segi pencapaian prestasi akademik, melainkan juga diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat belajar serta potensi dasar siswa, 2). Topik-topik yang dipilih dan dipelajari didasarkan pada pengalaman anak yang relevan. Pelajaran tidak dipersepsi anak sebagai tugas atau sesuatu yang dipaksakan oleh guru, melainkan sebagai bagian dari atau sebagai alat yang dibutuhkan dalam kehidupan anak, 3). Metode mengajar yang digunakan harus membuat anak terlibat dalam suatu aktivitas langsung dan bersifat bermain yang menyenangkan, 4). Dalam proses belajar perlu diprioritaskan kesempatan anak untuk bermain dan bekerjasama dengan orang lain, 5). Bahan pelajaran yang digunakan hendaknya bahan yang konkret, 6). Dalam menilai hasil belajar siswa, para guru tidak hanya menekankan aspek kognitif dengan menggunakan tes tulis, tetapi harus mencakup semua domain perilaku anak yang relevan dengan melibatkan sejumlah alat penilaian.

Selain itu guru penting untuk mengetahui bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran, bagaimana menetapkan bahan ajar, bagaimana memilih metode dan sarana pembelajaran dan bagaimana guru mengadakan evaluasi pembelajaran.


3.       Diperlukannya usaha untuk mengaktifkan peserta didik dalam rangka meningkatkan mutu proses belajar mengajar yang sesuai dengan kurikulum 2013
Guru harus memiliki pandangan bahwa proses belajar mengajar adalah kegiatan siswa (student centered) dan guru bukanlah pusat dari pembelajaran (teacher centered). Guru hanya merupakan fasilitator dan pembimbing siswanya dalam proses pembelajaran. Mengingat kebiasaan peserta didik selama ini terkesan pasif karena pembelajaran hanya dilakukan secara searah, dan jarang memberikan tugas kepada siswa membentuk kebiasaan siswa pasif dalam pembelajaran. Untuk itu guru perlu menciptakan suasana kelas yang mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dan tidak monoton, salah satunya pembelajaran yang menggunakan media, atau dengan membentuk suatu kelompok dalam pembelajaran. Di dalam kelompok siswa dapat berdiskusi, saling menerangkan dan mengajari temannya yang lainnya, dan di kelas guru hanya mengarahkan dan memberi penjelasan bagi kelompok/siswa yang belum paham terhadap materi, dsb. Guru juga perlu memotivasi siswa agar aktif di pembelajaran dengan cara meminta siswa untuk menyiapkan diri dengan membaca materi sebelum pembelajaran dimulai, dan guru akan membahas hal-hal yang tidak dimengerti oleh siswa.

Memahami Peran Guru
Keber­hasilan suatu proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Guru perlu memahami betul bagaimana peran nya dalam proses belajar mengajar. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar mengajar karena proses belajar mengajar merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Beberapa peran guru dalam proses belajar mengajar antara lain: guru sebagai sumber belajar, guru sebagai fasilitator, guru sebagai pengelola, guru sebagai demonstrator, guru sebagai pembimbing dan guru sebagai motivator.
Guru sebagai sumber belajar
Peran guru sebagai sumber belajar bagi siswa memiliki arti bahwa untuk menjadi sumber belajar yang baik, guru harus memiliki penguasaan terhadap materi pembelajaran dengan baik. Selain itu juga guru memiliki pengetahuan baik pengalaman dan keterampilan yang dapat ditularkan kepada siswa. Di dalam proses belajar, siswa melihat dan mengamati guru dalam menyampaikan materi, apabila guru kurang menguasai materi pelajaran maka akan berpengaruh terhadap siswa seperti hilangnya kepercayaan diri pada siswa dan kurangnya pemahaman konsep terhadap materi yang diajarkan. Untuk itu, hendaknya guru memiliki banyak referensi/sumber belajar yang lebih banyak di bandingkan siswa. Hal ini agar guru memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap materi yang akan disampaikan kepada siswa. Perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi yang cepat juga memudahkan guru dalam mengakses berbagai ilmu pengetahuan dari internet, jurnal dsb.
Guru sebagai fasilitator
Peran guru sebagai fasilitator adalah bagaimana memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar, bagaimana cara menyajikan materi pembelajaran agar lebih mudah, dsb. Di dalam kurikulum 2013 mendukung pembelajaran yang menggunakan media belajar karena dengan bantuan media belajar akan memudahkan siswa untuk memahami materi pelajaran. Untuk itu guru perlu memahami berbagai media yang dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran serta fungsi dari media tersebut. Guru juga perlu memiliki keterampilan dalam merancang suatu media yang sesuai dengan materi pelajaran agar proses pembelajaran berjalan dengan optimal. Kemudian sebagai fasilitator, guru juga perlu memiliki kemampuan komunikasi yang baik, karean dengan komunikasi dan interaksi yang baik terhadap siswa akan memudahkannnya dalam menangkap pesan yang disampaikan guru.
Guru sebagai pengelola
Dalam proses pembelajaran guru bukanlah hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, akan tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning). Sebagai pengelola pembelajaran guru berperan menciptakan suasana belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik dan kondusif memungkinkan siswa untuk menyerap materi pembelajaran dengan lebih baik dan menciptakan hasil belajar yang baik pula.
Guru sebagai demonstrator
Guru merupakan acuan bagi siswa. Untuk menumbuhkan sikap yang baik kepada siswa maka guru harus menunjukkan sikap-sikap yang terpuji pula. Dengan demikian guru menjadi sosok teladan bagi siswa. Peran guru sebagai demonstrator artinya guru menunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa memahami setiap pesan yang diampaikan. Di dalam pembelajaran, guru perlu mengatur bagaiman strategi pembelajaran yang efektif agar materi pelajaran dapat dipahami dengan baik oleh siswa.
Guru sebagai pembimbing
Di dalam kelas, setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda dan perkembangan yang berbeda pula. Itu adalah hal yang wajar karena setiap manusia memiliki keunikannya tersendiri. Peran guru sebagi pembimbing yakni bagaimana dengan perbedaan-perbedaan siswa tersebut guru dapat menemukan potensi di dalam diri siswa, sehingga dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, agar mereka dapat tumbuh dan berkembang diantara masyarakat. Guru juga harus memahami dan terampil dalam merencanakan tujuan dan kompetensi yang hendak dicapai, maupun merencanakan proses pembelajaran.
Guru sebagai motivator
Di dalam pembelajaran, motivasi sangat penting bagi siswa. Seringkali siswa yang kurang berprestasi dalam belajar bukan karena kemampuannya yang kurang, melainkan tidak adanya motivasi untuk belajar. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Ada banyak hal yang dapat dilakukan guru dalam memotivasi siswa untuk belajar, diantaranya: 1). Memperjelas tujuan belajar yang ingin dicapai, dengan pemahaman siswa tentang tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar, 2). Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, yang memungkinkan siswa dapat menyerap materi secar optimal, 3). Memberikan pujian yang wajar setiap keberhasilan yang dicapai siswa, pujian sebagai penghargaan bagi siswa dapat menumbuhkan motivasi siswa untuk terus melakukan hal yang lebih baik, 4) Memberikan penilaian. Penilaian terhadap kerja siswa perlu untuk dilakukan sesegera mungkin agar siswa mengetahui hasil kerjanya. Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa akan terdorong untuk belajar lebih giat. Apalagi jika hasil belajar itu mengalami kemajuan, siswa pasti akan berusaha mempertahankannya atau bahkan termotivasi untuk dapat meningkatkannya, 5) Menciptakan persaingan yang sehat diantara siswa, persaingan baik yang individu atau kelompok, dapat menjadi sarana untuk meningkatkan motivasi belajar. Karena melalui persaingan siswa akan sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil yang terbaik.

Rabu, 17 Desember 2014

Bahasa Banten, Bahasa Jawa atau Sunda?



Ketika berada di daerah Banten atau mungkin kita pernah mendengar orang Banten berbicara bahasa Jawa, namun di daerah Banten yang lain kita juga sering mendengar masyarakatnya berkomunikasi dengan bahasa Sunda. Ya, bahasa yang digunakan oleh masyarakat Banten memang terbagi menjadi dua, yaitu Bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Menurut sejarah, bahasa Jawa Banten mulai dituturkan di kesultanan Banten pada abad ke-16 atau sekitar  1526 M diawal-awal terbentuknya Kesultanan Banten di bawah Sultan Maulana Hasanudin. Pada zaman itu, bahasa Jawa yang diucapkan di Banten tidak berbeda dengan Bahasa di Cirebon karena sedikit diwarnai dialek Banyumasan. Sultan Maulana Hasanudin sendiri merupakan putera dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang merupakan raja dari Kesultanan Cirebon. Asal muasal kerajaan Banten memang berasal dari laskar gabungan Kerajaan Demak dan Cirebon yang berhasil merebut wilayah pesisir utara Kerajaan Pajajaran setelah sebelumnya merebut Sunda kelapa dari tangan portugis. Namun, bahasa Jawa Banten mulai terlihat bedanya dalam perjalanan kesultanan Banten, apa lagi daerah penuturannya dikelilingi daerah penuturan bahasa Sunda bekas masyarakat Pajajaran.

Bahasa Banyumasan adalah salah satu ciri yang menjadi identitas masyarakat Banyumasan. Wilayah Banyumasan adalah sebuah wilayah yang terletak di bagian barat propinsi Jawa Tengah. Wilayah Banyumasan secara umum terdiri dari 2 bagian, yaitu wilayah Banyumasan Utara yang terdiri dari Brebes, Tegal, dan Pemalang, serta wilayah Banyumasan Selatan yang mencakup Cilacap, Kebumen, Banjarnegara, Purbalingga, dan Banyumas. Walaupun terdapat sedikit perbedaan adat-istiadat dan logat bahasa, tetapi secara umum daerah-daerah tersebut sama-sama menggunakan Bahasa Jawa Banyumasan. Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Banten juga menggunakan beberapa kosakata dan dialek Banyumasan. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).

Namun demikian, di Serang dan Cilegon, bahasa Banyumasan (bahasa Jawa tingkatan kasar) digunakan oleh etnik pendatang dari Jawa. Dan, di bagian utara kota Tangerang, bahasa Indonesia dengan dialek Betawi juga digunakan oleh pendatang beretnis Betawi. Disamping bahasa Sunda, bahasa Jawa dan dialek Betawi, bahasa Indonesia juga digunakan terutama oleh pendatang dari bagian lain Indonesia

Bahasa Jawa digunakan oleh sebagian besar daerah Banten Utara, Serang, Cilegon sampai daerah Tanara, Balaraja dan sekitarnya karena bagian utara Banten terpengaruh dari Perjuangan Sultan Hasanudin yang berasal dari Demak.


 sumber gambar: wikipedia
Dalam bahasa Jawa dialek Banten (Jawa Serang), pengucapan huruf 'e', ada dua versi. ada yang diucapkan 'e' saja, seperti pada kata "teman". Dan juga ada yang diucapkan 'a', seperti pada kata "Apa". Daerah yang melafalkan 'a' adalah kecamatan Keragilan, Kibin, Cikande, Kopo, Pamarayan, dan daerah timurnya. Sedangkan daerah yang melafalkan 'e' adalah kecamatan Serang, Cipocok Jaya, Kasemen, Bojonegara, Kramatwatu, Ciruas, Anyer, dan seberang baratnya. Sementara wilayah Utara Banten, seperti Serang, umumnya menggunakan bahasa campuran (multi-bilingual) antara bahasa Sunda dan Jawa.
Contoh :
  • ‘kule’, dibaca ‘kula’ atau ‘kule’. (artinya, saya)
  • ‘ore’, dibaca ‘ora’ atau ‘ore’. (artinya, tidak)
  • ‘pire’, dibaca ‘pira’ atau ‘pire’ (artinya, berapa)
Kemudian bahasa yang digunakan oleh masyarakat Banten selain bahasa Jawa adalah bahasa Sunda. Apa bedanya bahasa Sunda yang digunakan oleh masyarakat Banten? Terdapat perbedaan tata bahasa antara Bahasa Sunda Banten dengan Bahasa Sunda dikarenakan wilayah Banten tidak pernah menjadi bagian dari Kesultanan Mataram, sehingga tidak mengenal tingkatan halus dan sangat halus yang diperkenalkan oleh Mataram. Perbedaan antara bahasa Sunda di Priangan dengan di Banten dilihat dari dialek pengucapannya, sampai beberapa perbedaan pada kosa katanya. Bahasa Sunda di Banten juga umumnya tidak mengenal tingkatan. Bahasa Sunda Banten juga oleh mayoritas orang-orang Priangan (yang digolongkan sebagai bahasa Sunda Kasar. Beda dengan Bahasa Sunda Priangan yang telah terpengaruh oleh kerajaan Mataram yang menguasai Priangan (bagian tenggara provinsi Jawa Barat). Hal itu yang menyebabkan bahasa Sunda Priangan, memiliki beberapa tingakatan. Jadi meskipun berbeda pengucapannya, bukan berarti beda bahasanya, karena yang berbeda hanya dialeknya saja.

Bahasa Sunda maupun jawa banten memiliki tingkatan-tingkatan tersendiri yaitu tingkatan kasar sampai tingkatan halus bila dalam bahasa jawa serang halus disebut Babasan/ Bebasan.
Bahasa Sunda biasanya digunakan oleh penduduk banten bagian selatan mulai dari sebagian Baros, Pandeglang, Rangkasbitung, Labuan, sampai ke daerah pesisir selatan Banten.
bukan tanpa sebab karena menurut sejarah daerah selatan dulu terpengaruh Kerajaan Pajajaran (sunda). Kerajaan Demak juga melakukan ekspansi ke Cirebon sehingga Bahasa Cirebon memiliki kemiripan dengan Bahasa Jawa Banten. Jadi daerah utara Banten menggunakan bahasa Jawa Banten sedangkan daerah selatan Banten menggunakan Bahasa Sunda.
Contoh :
(B.Jawa Banten tingkat bebasan)
  • Pripun kabare? Sampean ayun ning pundi?
  • Sampun dahar dereng?
  • Permios, kule boten uning griyane kang Haban niku ning pundi?
  • Kasihe sinten?
  • Kasihe Haban Ghazali lamun boten salah.
  • Oh, wenten ning payun koh.
  • Matur nuhun nggih, kang.
  • Yewis, napik dolanan saos nggih!
  • Kang Haban! Ning pundi saos? boten ilok kepetuk!
  • Napik mengkoten, geh!
  • Kule linggar sareng teh Toyah ning pasar.
  • Ayun tumbas sate Bandeng sios.
(B.Jawa Banten tingkat standar)
  • Kepremen kabare? Sire arep ning endi?
  • Wis mangan durung?
  • Punten, kite ore weruh umahe kang Haban kuwen ning endi?
  • Ngarane sape?
  • Ngarane Haban Ghazali ari ore salah.
  • Oh, ning arep koh.
  • Nuhun ye, kang.
  • Yewis, aje memengan bae ye!
  • Kang Haban! Ning endi bae? ore ilok kependak!
  • Aje mengkonon, Geh!
  • Kite lunge karo teh Toyah ning pasar.
  • Arep tuku sate Bandeng siji.
(B.Indonesia)
  • Bagaimana kabarnya? Kamu mau kemana?
  • Sudah makan belum?
  • Maaf, saya tidak tahu rumahnya kang Haban itu dimana?
  • Namanya siapa?
  • Namanya Haban Ghazali kalau tidak salah.
  • Oh, di depan tuh.
  • Terima kasih ya, kang.
  • Ya sudah, jangan bermain saja ya!
  • Kang Haban! Kemana saja? tidak pernah bertemu!
  • Jangan begitu, geh!
  • Saya pergi dengan teh Toyah ke pasar.
  • Mau beli sate Bandeng satu.