Sabtu, 20 Desember 2014

Kritik Mengenai Kampusku


Kampusku adalah tempatku untuk menuntut ilmu dan mencapai masa depanku. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, itulah kampusku. Terletak di Jl.Raya Jakarta Km. 4, Pakupatan, Serang, dan merupakan universitas negeri di Banten. Adalah bangga ketika kami memiliki status sebagai mahasiswa dari universitas negeri “satu-satunya” di Banten. Namun di balik itu, kenyataannya banyak keluhan-keluhan di dalamnya yang saya atau mungkin mahasiswa lainnya alami.

Ketika pertama kali masuk ke kampus, hal yang sering dikeluhkan oleh mahasiswa, termasuk saya yakni lahan parkir yang sempit. Ya, lahan parkir yang sempit mungkin membuat mahasiswa tidak nyaman. Tidak hanya itu, banyak pengguna kendaraan, baik motor maupun mobil yang parkir di sembarang tempat di sekitar kampus, juga membuat ruang untuk pejalan kaki menjadi tidak nyaman. Melihat kondisi ini, semestinya pihak rektorat menyiapkan lahan parkir yang lebih luas. Selain itu juga, perlu adanya kesadaran bagi pihak pengendara, baik dosen maupun mahasiswa yang hendak memarkirkan kendaraan nya di lahan kampus agar lebih tertib dan sesuai tempatnya agar tidak mengganggu kenyamanan dan mengganggu ruang untuk para pejalan kaki.

Kemudian salah satu yang menjadi keluhanku, ketika hendak masuk mesjid kampus. Banyak sampah-sampah kertas atau bungkus makanan berserakan di teras mesjid. Karena mahasiswa tidak punya tempat untuk, misalnya belajar atau kerja kelompok di luar kelas mahasiswa mengguanakan teras mesjid untuk belajar dsb. Namun mahasiswa yang melakukan kegiatan di teras mesjid, tidak memperhatikan kebersihan dengan tidak membuang sampah pada tempatnya. Alhasil mesjid menjadi kotor. Padahal sering diingati berkali-kali, namun sepertinya masalah “apatis” yang banyak dimiliki oleh mahasiswa sehingga terkesan dibiarkan begitu saja. Kemudian yang disalahkan adalah, pengurus mesjid atau orang-orang mesjid. Kita tidak bisa menyalahkan siapapun karena masjid kampus adalah miliki kita bersama, seharusnya kita yang menjaga dan merawatnya. Sikap apatis dari hal kecil ini saja sebaiknya harus diperbaiki.

Kemudian kita lihat dari tempat kami menimba ilmu sehari-hari, yaitu ruang kelas. Hal-hal yang seharusnya menjadi hak bagi mahasiswa sebaiknya perlu diperhatikan, misalnya saja fasilitas ruang kelas. Ruang kelas seharusnya memberikan kenyamanan bagi mahasiswa sehingga dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Namun proses belajar  kami harus terganggu, karena masalah infocus yang rusak. Dosen yang hendak menerangkan pelajaran pun jadi sulit, behitu juga mahasiswa untuk keperluan presentasi tugas dsb juga menjadi terhambat. Selain itu, ruang kelas yang panas karena AC yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, membuat mahasiswa dan dosen hanya bisa “kipas-kipas” ketika pembelajaran berlangsung. Lalu papan tulis yang kurang layak dan bangku yang rusak/tidak layak pakai juga masih ada di ruang kelas kami. Melihat sedikit lebih jauh dari ruang kelas, yaitu toilet kampus yang sebagian tidak berfungsi dan tidak ada penanda untuk toilet laki-laki maupun perempuan.

Selain masalah fasilitas, juga banyak carut-marut yang terjadi di kampus kami, seperti masalah krisis kepercayaan maupun sikap apatis. Lalu dalam pemilihan presma, ketua bem, ketua hima seharusnya bukan menjadi ajang mencari popularitas dan kekuasaan, atau untuk kepentingan satu kelompok saja. Bukan hal itu yang diharapkan, tetapi banyak hal yang perlu dibenahi bersama-sama.

Dalam situasi seperti, baik pihak mahasiswa, ormawa maupun rektorat seharusnya duduk bersama-sama membicarakan masalah yang ada dan berusaha memperbaiki agar tejadi perubahan yang lebih baik bagi kampus kami. Selain itu organisasi mahasiswa, baik internal maupun eksternal juga seharusnya tidak hanya mementingkan politik masing-masing saja, tidak saling menyalahkan antar organisasi tetapi juga perlu bersama-sama untuk satukan visi, satukan gerakan, dan merapatkan barisan untuk melakukan perubahan menuju masa depan untirta yang lebih baik lagi. Kemudian dari mahasiswa, mulai meningkatkan kepedulian kita terhadap kampus dari hal-hal kecil seperti menjaga dan merawat fasilitas kampus. Bagaimanapun, kalau bukan mahasiswa di dalamnya siapa lagi yang akan melakukan nya, karena mahasiswa adalah agent of change (agen dari perubahan).

1 komentar:

  1. Ya ampun, ada apa dengan Banten? Udah kasus Ratu Atut, kemaren-kemaren denger-denger katanya korupsi di Banten itu banyak sekali, kacau ini.

    Kalo dibiarin bahaya, nanti kesananya terus berlanjut, sampai-sampai ke titik akhir, gawat, nanti bisa-bisa kampusnya hancur/bangkrut.

    Perlu dipotong dari sekarang, mulai berubah secara perlahan, jangan dibiarkan. Bagaimana kedepannya coba kalau terus begitu?

    Bagus non kalo ada yang menyadari 'kekacauan' ini, tapi non harus bisa benar-benar bergerak, bersama-sama dengan yang lainnya, bukan hanya (maaf) omongan saja. Ayo bergerak! sebelum semuanya terlambat.

    BalasHapus