Selasa, 16 Desember 2014

Asal-usul Serang




Serang berasal dari bahasa sunda yang artinya sawah. Nama Serang tidak begitu saja diberikan tetapi ada asal-usulnya. Dimulai saat Islam memasuki Nusantara. Pada saat itu banyak pedagang-pedagang Islam yang berdagang di pelabuhan-pelabuhan nusantara. Disamping berdagang, mereka aktif menyebarkan ajaran Islam kepada penduduk negeri yang mereka singgahi sebagai kewajiban setiap muslim.

Sejalan dengan perkembangan daerah kekuasaan negara Islam, perdagangan dan kegiatan ekonomi lainnya pun maju dengan pesat. Kapal –kapal dagang islam dari bangsa Arab dan Turki telah biasa berniang ke Afrika utara, India, Malaka sampai ke Cina demikian juga Eropa Sehingga dikataka bahwa pada abad 1X tidak ada kapal bangsa asing lain yang ada di jalur yang menghubungkan Eropa dan Cina selain pedagang yang beragama Islam ( Agus Salim,1962:10). Mereka itulah yang membawa barang dagangan dari daerah Timur (Asia) ke Barat (Eropa).

Banten yang pada abad V sudah menjadi pelabuhan ramai yang dikunjungi oleh pedagang-pedagang internasional, tidaklah terlepas dari keadaan di atas. Pedagang-pedagang atau bahkan mubalig-mubalig dari Arab, Cina ataupun India dan Peureulak singgah di Banten dan mengajarkan agama rosul di sana. Walaupun belum didapatkan data arkeologis yang menunjang, tapi tidak mustahil di Banten pun kegiatan penyebaran Islam sudah dimulai sejak abad V11 atau V111 M, untuk hal ini perlu adanya penelitian yang lebih lanjut. Yang pasti, sewaktu Sunan Ampel Denta pertama datang ke Banten, sudah didapatinya banyak penduduk yang beragama Islam. (purwaka, tt:20). Demikian juga disana sudah berdiri satu masjid di Pecina dan kemudian diperbaiki oleh Syarif Hidayatungllah (Halwany,1984b:9).

Dalam “Purwaka Caruban Nagari” di ceritakan bahwa Syarif Hidayatullah beserta 98 orang muridnya dari cirebon , berusaha meng-islamkan penduduk di Banten Ilir. Dengan kebesaran dan ketekunan, banyaklah yang mengikuti jejak Syarif Hidayatullah. Bahkan bupati Banten dan sebagian besar rakyatnya memeluk agama Islam. Karena tertarikakan budipekerti dan ketinggian ilmunya, Syarif Hidayatullah dinikahkan dengan adik perempuan Bupati yang bernama Nhay Kawunganten. Dari pernikahan ini Syarif Hidayatullah dikaruniai dua anak yang diberinya nama pangeran Hasanuddin (pangeran sabakingkin) dan Ratu Winaon.

Karena panggilan uwaknya pangeran Cakrabuana, Syarif Hidayatullah berangkat ke Cirebon. Di sana ia dingkat menjadi tumenggung yang memerintah daerah Cirebon, menggantikan uwaknya yang sudah tua. Syarif Hidayatullah kemudian digelari Sunan jati. Ada pun tugas penyebaran islam di Banten di serahkan pada anaknya Pangeran Hasanudin. Dengan ketekunan dan kesungguhan dan kelembutan hati usaha Pangeran Hasanudin ini membuahkan hasil yang menakjubkan. Diceritakan bahwa di antara yang memeluk agama islam adalah 800 orang pertapa/ resi dengan sebagian besar pengikutnya. (Arnold, 1981:335).
Sehingga di Banten telah terbentuk satu masyarakat Islam di anara penduduk pribumi yang masih memeluk ajaran nenek moyang.
Raden Walangsungsang dan Putri Rarasantang adalah putra putri Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Pajajaran. Prabu Siliwangi beragama Buddha. la kembali ke agama lamanya itu setelah istrinya, Nyi Mas Subanglarang (ibunda Walangsungsang dan Rarasantang) wafat. Suatu ketika, Walangsungsang dan Rarasantang pergi menemui Syekh Idlofi di Cirebon untuk belajar agama Islam, tanpa seizin sang ayah. Mereka belajar agama Islam dengan tekun. Setelah beberapa lama, Syekh Idlofi menyuruh Walang sungsang membuka hutan di selatan Gunung Jati untuk dijadikan sebuah pedukuhan. Walangsungsang pun melaksanakan perintah itu. Pedukuhan itu kemudian diberi nama Tegal Alang¬alang dan Walangsungsang dijadikan sebagai pemimpin pedukuhan itu dengan gelar Pangeran Cakrabuana. Pada suatu hari Syekh Idlofi memerintahkan Pangeran Cakrabuana dan Rarasantang untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah.
Pangeran Cakrabuana dan Rarasantang pun berangkat. Di tanah suci Mekah, mereka tak hanya berhaji, tetapi juga memperdalam pengetahuan mereka tentang agama Islam. Rarasantang kemudian menikah dengan Sultan Syarif Abdullah, Raja Mesir yang seorang duda. Sultan Syarif Abdullah mengganti nama Rarasantang menjadi Syarifah Mudaim. Mereka pun dikaruniai dua orang putra, yakni Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Sementara itu, setelah tiga tahun tinggal di Mesir, Pangeran Cakrabuana kembali ke Cirebon. Setiba di Cirebon, dibangunnya sebuah negeri dengan nama Caruban Larang.
Di Mesir, Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah belajar Islam dengan rajin dan tekun. Pada saat Syarif Hidayatullah berusia dua puluh tahun, ayahnya wafat. Sebagai anak yang paling tua, ia ditunjuk untuk menggantikan sang ayah sebagai Raja Mesir. Namun, Syarif Hidayatullah menolak. Diserahkannya takhta pada sang adik. Beberapa bulan kemudian, Syarif Hidayatullah dan sang ibu kembali ke Cirebon.
Dalam perjalanan ke Cirebon itu, Syarif Hidayatullah dan ibunya singgah di Mekah, Gujarat, serta Pasai. Tahun 1475 mereka pun tiba di Cirebon. Pangeran Cakrabuana menyambutnya dengan sangat sukacita. Ketika itu Syekh Idlofi sudah wafat. Syarif Hidayatullah ‘pun meneruskan jejak Syekh Idlofi mengajarkan agama Islam. Pangeran Cakrabuana kemudian menikahkan Syarif Hidayatullah dengan putrinya, Pakungwati, dan mengangkatnya sebagai penguasa baru Caruban Larang.

Syarif Hidayatullah kemudian pergi ke Pajajaran untuk menemui kakeknya, Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi menyambut Syarif Hidayatullah dengan penuh kasih dan sukacita. Ketika Syarif Hidayatullah mengajaknya masuk Islam, Prabu Siliwangi menolak. Namun, ia tidak menghalangi Syarif Hidayatullah menyebarkan agama Islam di wilayah Pajajaran. Syarif Hidayatullah kemudian meneruskan perjalanan. la tiba di satu daerah persawahan di Banten. “Serang!” seru Syarif Hidayatullah, sambil menatap kagum hamparan padi menguning di depannya.

Ketika itu penduduk Banten sudah mengenal agama Islam dari para pedagang Arab dan Gujarat yang berlabuh di pelabuhan Banten. Adipati Banten menyambut baik kedatangan Syarif Hidayatullah. la juga tidak menghalangi Syarif Hidayatullah menyebarkan agama Islam di daerah kekuasaannya. la bahkan menikahkan Syarif Hidayatullah dengan putrinya, Ratu Kawunganten. Mereka kemudian dikaruniai dua orang anak, Ratu Winaon dan Pangeran Sabakingking. Pangeran Sabakingking kemudian dikenal sebagai Maulana Hasanuddin, Sultan Banten I. Daerah persawahan tempat Syarif Hidayatullah pertama kali menginjakkan kaki di Banten, kemudian dikenal dengan nama Serang (artinya ‘sawah’), sampai sekarang.
Serang kini merupakan ibu kota Provinsi Banten. Sekarang serang menjadi tambah luas dengan makin bertambahnya penduduk. Saat ini serang menjadi ibu kota banten dan memiliki 6 kecamatan, 20 kelurahan dan 47 desa dengan penduduk sekitar 700.486 Jiwa 

Sumber diperoleh dari:

http://serang-banten.blogspot.com/2008/12/sejarah.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar