Rabu, 17 Desember 2014

Bahasa Banten, Bahasa Jawa atau Sunda?



Ketika berada di daerah Banten atau mungkin kita pernah mendengar orang Banten berbicara bahasa Jawa, namun di daerah Banten yang lain kita juga sering mendengar masyarakatnya berkomunikasi dengan bahasa Sunda. Ya, bahasa yang digunakan oleh masyarakat Banten memang terbagi menjadi dua, yaitu Bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Menurut sejarah, bahasa Jawa Banten mulai dituturkan di kesultanan Banten pada abad ke-16 atau sekitar  1526 M diawal-awal terbentuknya Kesultanan Banten di bawah Sultan Maulana Hasanudin. Pada zaman itu, bahasa Jawa yang diucapkan di Banten tidak berbeda dengan Bahasa di Cirebon karena sedikit diwarnai dialek Banyumasan. Sultan Maulana Hasanudin sendiri merupakan putera dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang merupakan raja dari Kesultanan Cirebon. Asal muasal kerajaan Banten memang berasal dari laskar gabungan Kerajaan Demak dan Cirebon yang berhasil merebut wilayah pesisir utara Kerajaan Pajajaran setelah sebelumnya merebut Sunda kelapa dari tangan portugis. Namun, bahasa Jawa Banten mulai terlihat bedanya dalam perjalanan kesultanan Banten, apa lagi daerah penuturannya dikelilingi daerah penuturan bahasa Sunda bekas masyarakat Pajajaran.

Bahasa Banyumasan adalah salah satu ciri yang menjadi identitas masyarakat Banyumasan. Wilayah Banyumasan adalah sebuah wilayah yang terletak di bagian barat propinsi Jawa Tengah. Wilayah Banyumasan secara umum terdiri dari 2 bagian, yaitu wilayah Banyumasan Utara yang terdiri dari Brebes, Tegal, dan Pemalang, serta wilayah Banyumasan Selatan yang mencakup Cilacap, Kebumen, Banjarnegara, Purbalingga, dan Banyumas. Walaupun terdapat sedikit perbedaan adat-istiadat dan logat bahasa, tetapi secara umum daerah-daerah tersebut sama-sama menggunakan Bahasa Jawa Banyumasan. Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Banten juga menggunakan beberapa kosakata dan dialek Banyumasan. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).

Namun demikian, di Serang dan Cilegon, bahasa Banyumasan (bahasa Jawa tingkatan kasar) digunakan oleh etnik pendatang dari Jawa. Dan, di bagian utara kota Tangerang, bahasa Indonesia dengan dialek Betawi juga digunakan oleh pendatang beretnis Betawi. Disamping bahasa Sunda, bahasa Jawa dan dialek Betawi, bahasa Indonesia juga digunakan terutama oleh pendatang dari bagian lain Indonesia

Bahasa Jawa digunakan oleh sebagian besar daerah Banten Utara, Serang, Cilegon sampai daerah Tanara, Balaraja dan sekitarnya karena bagian utara Banten terpengaruh dari Perjuangan Sultan Hasanudin yang berasal dari Demak.


 sumber gambar: wikipedia
Dalam bahasa Jawa dialek Banten (Jawa Serang), pengucapan huruf 'e', ada dua versi. ada yang diucapkan 'e' saja, seperti pada kata "teman". Dan juga ada yang diucapkan 'a', seperti pada kata "Apa". Daerah yang melafalkan 'a' adalah kecamatan Keragilan, Kibin, Cikande, Kopo, Pamarayan, dan daerah timurnya. Sedangkan daerah yang melafalkan 'e' adalah kecamatan Serang, Cipocok Jaya, Kasemen, Bojonegara, Kramatwatu, Ciruas, Anyer, dan seberang baratnya. Sementara wilayah Utara Banten, seperti Serang, umumnya menggunakan bahasa campuran (multi-bilingual) antara bahasa Sunda dan Jawa.
Contoh :
  • ‘kule’, dibaca ‘kula’ atau ‘kule’. (artinya, saya)
  • ‘ore’, dibaca ‘ora’ atau ‘ore’. (artinya, tidak)
  • ‘pire’, dibaca ‘pira’ atau ‘pire’ (artinya, berapa)
Kemudian bahasa yang digunakan oleh masyarakat Banten selain bahasa Jawa adalah bahasa Sunda. Apa bedanya bahasa Sunda yang digunakan oleh masyarakat Banten? Terdapat perbedaan tata bahasa antara Bahasa Sunda Banten dengan Bahasa Sunda dikarenakan wilayah Banten tidak pernah menjadi bagian dari Kesultanan Mataram, sehingga tidak mengenal tingkatan halus dan sangat halus yang diperkenalkan oleh Mataram. Perbedaan antara bahasa Sunda di Priangan dengan di Banten dilihat dari dialek pengucapannya, sampai beberapa perbedaan pada kosa katanya. Bahasa Sunda di Banten juga umumnya tidak mengenal tingkatan. Bahasa Sunda Banten juga oleh mayoritas orang-orang Priangan (yang digolongkan sebagai bahasa Sunda Kasar. Beda dengan Bahasa Sunda Priangan yang telah terpengaruh oleh kerajaan Mataram yang menguasai Priangan (bagian tenggara provinsi Jawa Barat). Hal itu yang menyebabkan bahasa Sunda Priangan, memiliki beberapa tingakatan. Jadi meskipun berbeda pengucapannya, bukan berarti beda bahasanya, karena yang berbeda hanya dialeknya saja.

Bahasa Sunda maupun jawa banten memiliki tingkatan-tingkatan tersendiri yaitu tingkatan kasar sampai tingkatan halus bila dalam bahasa jawa serang halus disebut Babasan/ Bebasan.
Bahasa Sunda biasanya digunakan oleh penduduk banten bagian selatan mulai dari sebagian Baros, Pandeglang, Rangkasbitung, Labuan, sampai ke daerah pesisir selatan Banten.
bukan tanpa sebab karena menurut sejarah daerah selatan dulu terpengaruh Kerajaan Pajajaran (sunda). Kerajaan Demak juga melakukan ekspansi ke Cirebon sehingga Bahasa Cirebon memiliki kemiripan dengan Bahasa Jawa Banten. Jadi daerah utara Banten menggunakan bahasa Jawa Banten sedangkan daerah selatan Banten menggunakan Bahasa Sunda.
Contoh :
(B.Jawa Banten tingkat bebasan)
  • Pripun kabare? Sampean ayun ning pundi?
  • Sampun dahar dereng?
  • Permios, kule boten uning griyane kang Haban niku ning pundi?
  • Kasihe sinten?
  • Kasihe Haban Ghazali lamun boten salah.
  • Oh, wenten ning payun koh.
  • Matur nuhun nggih, kang.
  • Yewis, napik dolanan saos nggih!
  • Kang Haban! Ning pundi saos? boten ilok kepetuk!
  • Napik mengkoten, geh!
  • Kule linggar sareng teh Toyah ning pasar.
  • Ayun tumbas sate Bandeng sios.
(B.Jawa Banten tingkat standar)
  • Kepremen kabare? Sire arep ning endi?
  • Wis mangan durung?
  • Punten, kite ore weruh umahe kang Haban kuwen ning endi?
  • Ngarane sape?
  • Ngarane Haban Ghazali ari ore salah.
  • Oh, ning arep koh.
  • Nuhun ye, kang.
  • Yewis, aje memengan bae ye!
  • Kang Haban! Ning endi bae? ore ilok kependak!
  • Aje mengkonon, Geh!
  • Kite lunge karo teh Toyah ning pasar.
  • Arep tuku sate Bandeng siji.
(B.Indonesia)
  • Bagaimana kabarnya? Kamu mau kemana?
  • Sudah makan belum?
  • Maaf, saya tidak tahu rumahnya kang Haban itu dimana?
  • Namanya siapa?
  • Namanya Haban Ghazali kalau tidak salah.
  • Oh, di depan tuh.
  • Terima kasih ya, kang.
  • Ya sudah, jangan bermain saja ya!
  • Kang Haban! Kemana saja? tidak pernah bertemu!
  • Jangan begitu, geh!
  • Saya pergi dengan teh Toyah ke pasar.
  • Mau beli sate Bandeng satu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar