Serang berasal dari bahasa sunda yang
artinya sawah. Nama Serang tidak begitu saja diberikan tetapi ada asal-usulnya.
Dimulai saat Islam memasuki Nusantara. Pada saat itu banyak pedagang-pedagang
Islam yang berdagang di pelabuhan-pelabuhan nusantara. Disamping berdagang,
mereka aktif menyebarkan ajaran Islam kepada penduduk negeri yang mereka
singgahi sebagai kewajiban setiap muslim.
Sejalan dengan perkembangan daerah kekuasaan negara Islam, perdagangan dan kegiatan ekonomi lainnya pun maju dengan pesat. Kapal –kapal dagang islam dari bangsa Arab dan Turki telah biasa berniang ke Afrika utara, India, Malaka sampai ke Cina demikian juga Eropa Sehingga dikataka bahwa pada abad 1X tidak ada kapal bangsa asing lain yang ada di jalur yang menghubungkan Eropa dan Cina selain pedagang yang beragama Islam ( Agus Salim,1962:10). Mereka itulah yang membawa barang dagangan dari daerah Timur (Asia) ke Barat (Eropa).
Banten yang pada abad V sudah menjadi pelabuhan ramai yang dikunjungi oleh pedagang-pedagang internasional, tidaklah terlepas dari keadaan di atas. Pedagang-pedagang atau bahkan mubalig-mubalig dari Arab, Cina ataupun India dan Peureulak singgah di Banten dan mengajarkan agama rosul di sana. Walaupun belum didapatkan data arkeologis yang menunjang, tapi tidak mustahil di Banten pun kegiatan penyebaran Islam sudah dimulai sejak abad V11 atau V111 M, untuk hal ini perlu adanya penelitian yang lebih lanjut. Yang pasti, sewaktu Sunan Ampel Denta pertama datang ke Banten, sudah didapatinya banyak penduduk yang beragama Islam. (purwaka, tt:20). Demikian juga disana sudah berdiri satu masjid di Pecina dan kemudian diperbaiki oleh Syarif Hidayatungllah (Halwany,1984b:9).
Dalam “Purwaka Caruban Nagari” di ceritakan bahwa Syarif Hidayatullah beserta 98 orang muridnya dari cirebon , berusaha meng-islamkan penduduk di Banten Ilir. Dengan kebesaran dan ketekunan, banyaklah yang mengikuti jejak Syarif Hidayatullah. Bahkan bupati Banten dan sebagian besar rakyatnya memeluk agama Islam. Karena tertarikakan budipekerti dan ketinggian ilmunya, Syarif Hidayatullah dinikahkan dengan adik perempuan Bupati yang bernama Nhay Kawunganten. Dari pernikahan ini Syarif Hidayatullah dikaruniai dua anak yang diberinya nama pangeran Hasanuddin (pangeran sabakingkin) dan Ratu Winaon.
Karena panggilan uwaknya pangeran
Cakrabuana, Syarif Hidayatullah berangkat ke Cirebon. Di sana ia dingkat
menjadi tumenggung yang memerintah daerah Cirebon, menggantikan uwaknya yang
sudah tua. Syarif Hidayatullah kemudian digelari Sunan jati. Ada pun tugas penyebaran
islam di Banten di serahkan pada anaknya Pangeran Hasanudin. Dengan ketekunan
dan kesungguhan dan kelembutan hati usaha Pangeran Hasanudin ini membuahkan
hasil yang menakjubkan. Diceritakan bahwa di antara yang memeluk agama islam
adalah 800 orang pertapa/ resi dengan sebagian besar pengikutnya. (Arnold,
1981:335).
Sehingga di Banten telah terbentuk satu
masyarakat Islam di anara penduduk pribumi yang masih memeluk ajaran nenek
moyang.
Raden
Walangsungsang dan Putri Rarasantang adalah putra putri Prabu Siliwangi, Raja
Kerajaan Pajajaran. Prabu Siliwangi beragama Buddha. la kembali ke agama
lamanya itu setelah istrinya, Nyi Mas Subanglarang (ibunda Walangsungsang dan
Rarasantang) wafat. Suatu ketika, Walangsungsang dan Rarasantang pergi menemui
Syekh Idlofi di Cirebon untuk belajar agama Islam, tanpa seizin sang ayah.
Mereka belajar agama Islam dengan tekun. Setelah beberapa lama, Syekh Idlofi
menyuruh Walang sungsang membuka hutan di selatan Gunung Jati untuk dijadikan
sebuah pedukuhan. Walangsungsang pun melaksanakan perintah itu. Pedukuhan itu
kemudian diberi nama Tegal Alang¬alang dan Walangsungsang dijadikan sebagai
pemimpin pedukuhan itu dengan gelar Pangeran Cakrabuana. Pada suatu hari Syekh
Idlofi memerintahkan Pangeran Cakrabuana dan Rarasantang untuk menunaikan
ibadah haji ke Mekah.
Pangeran
Cakrabuana dan Rarasantang pun berangkat. Di tanah suci Mekah, mereka tak hanya
berhaji, tetapi juga memperdalam pengetahuan mereka tentang agama Islam. Rarasantang
kemudian menikah dengan Sultan Syarif Abdullah, Raja Mesir yang seorang duda.
Sultan Syarif Abdullah mengganti nama Rarasantang menjadi Syarifah Mudaim.
Mereka pun dikaruniai dua orang putra, yakni Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah.
Sementara itu, setelah tiga tahun tinggal di Mesir, Pangeran Cakrabuana kembali
ke Cirebon. Setiba di Cirebon, dibangunnya sebuah negeri dengan nama Caruban
Larang.
Di Mesir,
Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah belajar Islam dengan rajin dan tekun.
Pada saat Syarif Hidayatullah berusia dua puluh tahun, ayahnya wafat. Sebagai
anak yang paling tua, ia ditunjuk untuk menggantikan sang ayah sebagai Raja
Mesir. Namun, Syarif Hidayatullah menolak. Diserahkannya takhta pada sang adik.
Beberapa bulan kemudian, Syarif Hidayatullah dan sang ibu kembali ke Cirebon.
Dalam
perjalanan ke Cirebon itu, Syarif Hidayatullah dan ibunya singgah di Mekah,
Gujarat, serta Pasai. Tahun 1475 mereka pun tiba di Cirebon. Pangeran
Cakrabuana menyambutnya dengan sangat sukacita. Ketika itu Syekh Idlofi sudah
wafat. Syarif Hidayatullah ‘pun meneruskan jejak Syekh Idlofi mengajarkan agama
Islam. Pangeran Cakrabuana kemudian menikahkan Syarif Hidayatullah dengan
putrinya, Pakungwati, dan mengangkatnya sebagai penguasa baru Caruban Larang.
Syarif
Hidayatullah kemudian pergi ke Pajajaran untuk menemui kakeknya, Prabu
Siliwangi. Prabu Siliwangi menyambut Syarif Hidayatullah dengan penuh kasih dan
sukacita. Ketika Syarif Hidayatullah mengajaknya masuk Islam, Prabu Siliwangi
menolak. Namun, ia tidak menghalangi Syarif Hidayatullah menyebarkan agama
Islam di wilayah Pajajaran. Syarif Hidayatullah kemudian meneruskan perjalanan.
la tiba di satu daerah persawahan di Banten. “Serang!” seru Syarif
Hidayatullah, sambil menatap kagum hamparan padi menguning di depannya.
Ketika itu
penduduk Banten sudah mengenal agama Islam dari para pedagang Arab dan Gujarat
yang berlabuh di pelabuhan Banten. Adipati Banten menyambut baik kedatangan
Syarif Hidayatullah. la juga tidak menghalangi Syarif Hidayatullah menyebarkan
agama Islam di daerah kekuasaannya. la bahkan menikahkan Syarif Hidayatullah
dengan putrinya, Ratu Kawunganten. Mereka kemudian dikaruniai dua orang anak,
Ratu Winaon dan Pangeran Sabakingking. Pangeran Sabakingking kemudian dikenal
sebagai Maulana Hasanuddin, Sultan Banten I. Daerah persawahan tempat Syarif
Hidayatullah pertama kali menginjakkan kaki di Banten, kemudian dikenal dengan
nama Serang (artinya ‘sawah’), sampai sekarang.
Serang kini
merupakan ibu kota Provinsi Banten. Sekarang serang menjadi tambah luas dengan
makin bertambahnya penduduk. Saat ini serang menjadi ibu kota banten dan
memiliki 6 kecamatan, 20 kelurahan dan 47 desa dengan penduduk sekitar 700.486
Jiwa
http://serang-banten.blogspot.com/2008/12/sejarah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar